Bisnis.com, JAKARTA – Sejak berakhir pada 30 September 2022, data realisasi repatriasi aset Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty jilid II belum juga diumumkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan hingga saat ini.
“Data realisasi repatriasi PPS sedang dikomunikasikan dengan direktorat terkait,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor kepada Bisnis, Senin (9/1/2023).
Sebagaimana diketahui, ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak menetapkan waktu pelaksanaan repatriasi aset PPS berakhir pada 30 September 2022.
Selama program bergulir, pemerintah mengantongi 2.422 wajib pajak yang akan menarik hartanya ke dalam negeri. Jika komitmen repatriasi tidak dilaksanakan oleh wajib pajak, Ditjen Pajak akan mengenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final
Kementerian Keuangan mencatat bahwa total harta bersih dari repatriasi PPS mencapai sebesar Rp13,7 triliun. Jumlah tersebut mencakup 2,3 persen dari total harta bersih yang terungkap melalui PPS, yakni Rp594,82 triliun.
Adapun pengungkapan harta terbesar berasal dari dalam negeri, yakni Rp498,8 triliun, lalu dari luar negeri senilai Rp59,91 triliun. Selain itu, terdapat pengungkapan harta bersih melalui komitmen investasi dengan nilai mencapai Rp22,34 triliun.
Baca Juga
Para peserta PPS dapat menginvestasikan dananya, baik berupa aset di dalam negeri maupun hasil repatriasi. Investasi dapat dilakukan ke sektor riil atau surat berharga negara (SBN).
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan berbagai langkah lanjutan PPS masih berjalan, seperti pelaksanaan komitmen repatriasi dan investasi dalam beberapa tahun ke depan.
Yon menyebut bahwa Ditjen Pajak masih bertanggung jawab untuk menindaklanjuti PPS dengan mengawal para wajib pajak. Mereka harus dapat memastikan kepatuhan perpajakan semakin baik setelah berakhirnya PPS.
“Pekerjaan rumahnya kemudian, justru DJP menurut saya [harus] memastikan bahwa wajib pajak yang patuh tetap akan patuh, dan yang belum patuh tetapi kemudian datanya dimiliki harus tentu ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Yon.
Yon menyampaikan dalam pelaksanaan Tax Amnesty 2017, pemerintah belum memiliki data ekstensif sebagai perbandingan atas kewajiban perpajakan. Program ini menjadi momentum perbaikan kepatuhan perpajakan masyarakat, terutama mereka dengan nilai aset tinggi.
Akan tetapi, kini pemerintah telah mengantongi Automatic Exchange of Information (AEI) dan berbagai data ekstensif lainnya untuk melihat aset dan aktivitas keuangan wajib pajak. Alhasil, pemerintah memiliki perangkat alat yang lebih kuat untuk menegakkan kewajiban perpajakan.