Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 'turun gunung' untuk membeberkan kondisi terkini perekonomian Indonesia. Berikut 3 peringatan dari ekonom Indef jika ekonomi Indonesia ingin selamat dari ancaman resesi 2023.
Beberapa ekonom senior Indef yang memberikan analisisnya terkait situasi ekonomi RI terkini, antara lain Didik J. Rachbini, Faisal Basri, Fadhil Hasan, M Nawir Messi, hingga Didin S Damanhuri.
Masing-masing ekonom senior Indef tersebut mengungkapkan pandangan tentang kondisi yang terjadi pada ekonomi domestik dan global melalui berbagai sudut pandang.
Beberapa hal yang menjadi sorotan, antara lain terkait utang, investasi, hingga krisis pangan dan energi yang berbarengan dengan ancaman resesi global.
Berikut 3 peringatan dari ekonom Indef Jika Indonesia Ingin selamat dari resesi 2023
1. Waspada Utang Kian Bengkak
Utang pemerintah di era Jokowi yang kian membengkak mendapat sorotan dari Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini.
Berdasarkan data yang dipaparkan Didik, utang pemerintah di era Jokowi terus meningkat sejak 2014h hingga akhirnya mencapai Rp7.554,25 triliun di November 2022.
Dia menuturkan saat Covid-19 melanda Indonesia pada awal 2020, APBN direncanakan dengan semena-mena. Defisit yang semula ditetapkan di bawah 3 persen dan utang direncanakan hanya sekitar Rp604 triliun, ditetapkan menjadi Rp1.500 triliun dengan realisasi utang mencapai Rp1.600 triliun. Ini kemudian memicu defisit yang cukup besar.
"Beruntung, Indonesia mendapat durian runtuh dengan kenaikan harga komoditas sawit dan batu bara global sehingga defisit berkurang dari Rp860 triliun menjadi Rp460 triliun," jelasnya dalam acara diskusi publik awal tahun 2022 yang digelar Indef, Jumat (5/1/2023).
Kini, utang pemerintah telah menembus Rp7.500 triliun. Utang Indonesia kian membengkak jika ditambah utang BUMN dan perusahaan swasta lainnya.
Jumlah utang dengan jumlah besar tersebut, kata dia, bisa saja diwariskan Jokowi kepada pemimpin berikutnya lantaran pada 2024 Indonesia akan berganti kepemimpinan.
“APBN ke depan akan terpengaruh buruk karena habis untuk membayar utang dan bunga utang,” pungkasnya.
Buruknya sistem politik Indonesia, disebut-sebut sebagai salah satu pemicu membengkaknya utang di era Jokowi, sehingga perencanaan keuangan negara juga ikut terkena getahnya.
“Utang belanja menjadi perencanaan yang serampangan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kalau selisih hanya Rp3 triliun - Rp4 triliun itu masuk akal, tetapi jika sudah demikian besar maka menjadi permasalahan serius di bidang perencanaan anggaran,” kata Didik.