Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramalan Resesi Ekonomi 2023 Versi Bank Dunia, ADB, hingga IMF

Berlanjutnya perang Rusia-Ukraina, disrupsi rantai pasok global, inflasi, hingga kenaikan suku bunga masih menjadi faktor risiko perekonomian global.
Ilustrasi resesi ekonomi global 2023/Freepik
Ilustrasi resesi ekonomi global 2023/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah lembaga internasional memperkirakan ekonomi global masih akan menghadapi tantangan berat pada 2023.

Masih berlanjutnya perang Rusia dan Ukraina, disrupsi rantai pasok global, tingginya volatilitas harga komoditas, lonjakan inflasi, hingga kenaikan suku bunga secara agresif masih akan menjadi faktor risiko bagi perekonomian global tahun depan.

Laju inflasi tinggi di negara maju yang diperkirakan berlangsung lebih lama harus direspons oleh kebijakan moneter yang lebih ketat. Kenaikan suku bunga, terutama oleh the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan tetap berlanjut pada 2023 dan tetap tinggi dalam waktu yang lama.

Kebijakan moneter yang lebih ketat dari perkiraan sebelumnya ini berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi, terutama di negara maju. Bahkan, sejumlah negara utama dunia berpotensi mengalami resesi ekonomi.

Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi global berpotensi tumbuh di bawah 3 persen, jauh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.

Tak hanya negara maju, perkembangan ekonomi global juga menambah ketidakpastian bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.

Berikut adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2023 dari beberapa lembaga internasional:

IMF

international Monetary Fund (IMF) atau Dana moneter Internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 2,7 persen tahun depan, melambat dari 3,2 persen pada 2022.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyampaikan bahwa sejumlah indikator telah menunjukkan adanya potensi penurunan pertumbuhan ekonomi global yang akan terus berlanjut.

Kristalina menyoroti ancaman krisis global yang dapat terjadi pada tahun depan. Tingginya harga pangan dan energi, serta masih tingginya laju inflasi di banyak negara berisiko menimbulkan resesi global pada 2023.

IMF pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju, yatu menjadi 1,1 persen pada 2023, dari tahun ini yang diperkirakan tumbuh 2,4 persen.

Sementara itu, ekonomi negara berkembang diperkirakan tumbuh stagnan sebesar 3,7 persen pada 2023 dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun ini.

Di sisi lain, IMF menilai Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat sehingga mampu menghadapi risiko global dengan baik. Menurut Kristalina, perekonomian Indonesia relatif lebih baik daripada negara-negara lain.

"Saya yakin Indonesia akan melewati tahun depan dalam posisi yang jauh lebih kuat daripada negara lain. Kami memprediksi untuk 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,3 persen. Dan untuk tahun depan pertumbuhan akan sedikit lebih lambat menjadi 5 persen. Itu masih dua kali lipat lebih tinggi dari negara-negara lain," katanya, beberapa saat lalu.

Namun demikian, IMF menilai pemerintah Indonesia tetap harus mewaspadai perlambatan ekonomi global yang berisiko melemahkan permintaan dari negara-negara mitra dagang, sehingga impor Indonesia berpotensi terdampak.

Selain itu, pergerakan nilai tukar juga dapat terdampak oleh kondisi negara-negara raksasa ekonomi, terutama AS dan China.

OECD

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,2 persen pada 2023.

Dalam laporan terbaru OECD, disebutkan bahwa perekonomian global menghadapi tantangan yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi dunia telah kehilangan momentum, terbukti dari inflasi yang terus meningkat, melemahnya kepercayaan konsumen, dan ketidakpastian yang semakin tinggi.

"Perang Rusia vs Ukraina telah mendorong kenaikan harga secara substansial, terutama untuk energi, menambah tekanan inflasi pada saat biaya hidup sudah meningkat pesat di seluruh dunia," tulis OECD dalam laporannya.

The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan kondisi keuangan global telah mengetat secara signifikan, di tengah langkah-langkah yang luar biasa gencar dan marak untuk menaikkan suku bunga kebijakan oleh pusat bank dalam beberapa bulan terakhir.

Kebijakan tersebut telah membebani pengeluaran yang sensitif terhadap bunga dan menambah tekanan yang dihadapi oleh banyak ekonomi pasar berkembang.

OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 mencapai 3,1 persen. Proyeksi tersebut hanya setengah dari pertumbuhan yang terlihat pada tahun 2021 selama pemulihan dari pandemi.

"Ekonomi global diproyeksi melambat menjadi 2,2 persen pada 2023, jauh di bawah tingkat yang diperkirakan sebelum perang Rusia vs Ukraina meletus," tulis OECD.

Bank Dunia dan IMF

Bank Dunia

Kepala Bank Dunia David Malpass juga memberikan pernyataan atas kekhawatirannya terhadap outlook ekonomi global. Dia memperingatkan akan ada potensi perlambatan pertumbuhan selama beberapa periode ke depan.

"Saya sangat khawatir bahwa dunia berisiko mengalami resesi global. Ini adalah krisis jangka panjang yang sebenarnya bagi orang-orang di negara berkembang," katanya.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Ekonom World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia pada 2023 diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8 persen.

Proyeksi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada 2022 yang diproyeksikan mencapai 5,2 persen.

“Kami proyeksikan tetap kuat, meskipun pertumbuhannya agak sedikit melambat. Pertumbuhan diperkirakan 5,2 persen pada 2022 menjadi 4,8 persen pada 2023,” katanya.

Di sisi lain, dia memperkirakan tingkat inflasi Indonesia pada 2023 akan tetap berada di atas target sasaran Bank Indonesia, sekitar 2–4 persen, yaitu mencapai 4,5 persen.

Selanjutnya, laju inflasi baru diperkirakan melandai pada 2024, yang diproyeksikan mencapai 3,6 persen.

ADB

Dalam laporan terbaru Asian Development Bank Outlook, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat menjadi 4,8 persen pada 2023. Angka ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,0 persen.

Menurut ADB pertumbuhan pada tahun depan akan tertahan oleh melambatnya ekspor barang. Hal ini seiring dengan melemahnya perekonomian di negara maju.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun depan juga akan dipengaruhi oleh konsumsi swasta yang diperkirakan kembali ke tren pertumbuhan, serta dipengaruhi oleh pengetatan kebijakan fiskal dan moneter.

Tingkat inflasi Indonesia rata-rata juga diprediksi menjadi 4,2 persen pada tahun ini atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, namun masih berada di atas target BI 2–4 persen.

Sementara itu, ADB juga memperkirakan inflasi Indonesia akan tetap tinggi pada 2023 yaitu mencapai 5,0 persen.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper