Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kinerja ekspor pada 2023 akan kembali normal setelah mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Dia menyampaikan, baseline pertumbuhan ekspor telah mencapai tingkat yang tinggi, bahkan sempat mencapai di atas 30 persen. Menurutnya, tren tersebut akan berakhir pada tahun depan sejalan dengan permintaan global yang diperkirakan melemah.
“Walaupun tahun ini pertumbuhannya tinggi, sebenarnya 2021 juga tinggi. Jadi 2022 ini exceptional untuk kita. Tapi, tahun depan mungkin tidak akan bertahan karena environment globalnya mulai mengerosi faktor-faktor dari negara tujuan ekspor kita,” katanya dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022).
Berdasarkan data terakhir, per November 2022, total nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar US$24,12 miliar. Secara tahunan, ekspor pada periode tersebut masih tumbuh sebesar 5,6 persen. Namun, secara bulanan, ekspor tersebut turun sebesar 2,5 persen.
Sri Mulyani mengatakan, kondisi perekonomian pada 2023 akan semakin sulit diprediksi karena masih sangat sangat kondisi geopolitik, terutama perang Rusia dan Ukraina.
Pasalnya, fenomena lonjakan inflasi secara global bukan dipicu oleh sisi permintaan. Sementara itu, tingginya inflasi direspons oleh kebijakan suku bunga yang agresif oleh bank sentral di dunia.
Baca Juga
Suku bunga di Amerika Serikat (AS) misalnya, telah meningkatkan suku bunga hingga 4,25-4,5 persen sehingga berisiko memicu pelemahan ekonomi negara itu.
“Belum bicara Eropa yang perang, dan China sebagai ekonomi terbesar kedua di dalam prosesnya untuk membuka diri dan terkena pandemi kembali, mungkin negara lain sudah, China baru mulai terjadi kenaikan kasus. Situasi ketidakpastian ini yang harus jadi perhatian kita dalam mengidentifikasi risiko terhadap ekonomi kita,” jelasnya.
Meski pertumbuhan ekspor diproyeksi tidak setinggi 2022, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah akan berupaya mendorong diversifikasi ekspor, misalnya ke India dan Timur Tengah.
“Negara middle east dengan pertumbuhannya karena harga minyak yang sangat tinggi juga menjadi destinasi yang harus kita perhitungkan. Dengan prediksi ekspor yang tidak setinggi 2022, kita harus mampu mendiversifikasikan tujuan ekspor sehingga pertumbuhannya tetap bagus,” katanya.