Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai Bank Indonesia (BI) perlu mengurangi agresivitas kebijakan moneter pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.
“Kami memandang BI perlu untuk mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,50 persen di bulan ini,” kata Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam keterangan resmi, Rabu (21/12/2022).
Riefky menuturkan, saran tersebut datang dengan mempertimbangkan sejumlah perkembangan terakhir bahwa inflasi dalam negeri yang mulai terkendali meski masih berada di atas target BI di kisaran 2-4 persen.
Selain itu, rupiah yang terdepresiasi dengan volatilitas yang cukup tinggi akibat menyempitnya perbedaan tingkat suku bunga yang memicu arus modal keluar juga menjadi pertimbangan LPEM UI. Untuk itu, dia memandang pengetatan suku bunga masih perlu dilanjutkan.
Kendati demikian, sejumlah faktor telah mengalami perubahan arah dan perlu dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan moneter.
“Pertama, ada indikasi kuat bahwa inflasi telah mencapai puncaknya dan mengarah pada tren penurunan,” ujarnya.
Baca Juga
Kedua, beberapa episode arus modal masuk di beberapa minggu belakangan seiring relaksasi pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral negara maju mengurangi tekanan pada Rupiah.
Dan ketiga, Riefky menilai kebijakan moneter yang terlalu ketat dan dan berlebihan untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan nilai tukar Rupiah bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kedepannya.
“Oleh sebab itu, kami memandang BI perlu untuk mengurangi agresivitas kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 5,50 persen di bulan ini,” pungkasnya.