Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kaleidoskop 2022: Harga BBM Melambung, Pengembang Rumah Subsidi Terhuyung

Di tahun 2022, sektor properti khususnya pengembang rumah subsidi mengalami tekanan yang cukup berat akibat kenaikan harga BBM.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan subdisi di kawasan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan subdisi di kawasan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Di tahun 2022, sektor properti khususnya pengembang rumah subsidi mengalami tekanan yang cukup berat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ikut mengerek ongkos produksi.

Padahal, harga jual rumah subsidi pun masih mengikuti batasan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) No. 242/KPTS/M/2020 yang disahkan pada Maret 2020 lalu.

Sementara, dalam Kepmen tersebut harga jual masih sama dengan Kepmen PUPR No.535/KPTS/M/2019 yang diteken pada 18 Juni 2019. Artinya, sudah 3 tahun batasan harga rumah subsidi tidak mengalami penyesuaian, sedangkan harga bahan bangunan terus meningkat.

Selain itu, pemerintah juga menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar per 3 Septemer 2022, masing-masing Rp10.000 per liter dan Rp6.800 per liter.

Kondisi tersebut membuat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesi (Apersi) kelimpungan karena margin profit yang semakin menipis bahkan tidak ada sama sekali dari ongkos produksi yang dikeluarkan.

"Ini harus segera ada campur tangan pemerintah terkait tidak terbendungnya material-material naik akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," kata Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah kepada Bisnis, Selasa (13/12/2022).

Kenaikan harga BBM yang berpengaruh pada lonjakan harga material dinilai dapat menghambat produksi rumah subsidi. Padahal, rumah subsidi sangat dibutuhkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Apalagi, berdasarkan data Susenas tahun 2020 angka backlog perumahan cukup tinggi yakni di angka 12,7 juta. Di samping itu, pemerintah juga memiliki program strategis yaitu Program Sejuta Rumah (PSR) setiap tahunnya.

Jika produksi rumah subsidi terhambat, maka penuntasan backlog ikut tersendat dan masyarakat semakin sulit memiliki hunian yang layak dengan harga yang terjangkau.

Direktur Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit memproyeksi kenaikan BBM dapat menaikkan harga bangunana sebesar 8-12 persen. Adapun dampaknya akan terada di bahan material seperti besi, beton, semen, kaca, dan lainnya.

Melihat kondisi tersebut, tak heran jika sebanyak 50 persen pengembang rumah subsidi di sejumlah menahan pengembangan proyek baru dan menahan penjualan rumah subsidi imbas ketiadaan margin profit yang didapat.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) yang beberapa kali mengunjungi beberapa daerah, sejumlah pengembang merasa kesulitan untuk memproduksi rumah baru. Alasannya, ongkos produksi dan harga jual rumah subsidi saat ini sudah tak sebanding, dan keuntungan yang diperoleh pun makin tipis.

“Saya tiap minggu keliling daerah, pengembang-pengembang rumah bersubsidi di daerah sudah teriak-teriak, mereka tidak mau jualan rumah dulu, karena production cost-nya lebih mahal,” kata Hari.

Di samping itu, pengembang rumah subsidi saat ini hanya dapat bertahan hanya untuk menyelesaikan kewajiban kepada perbankan, kewajiban terhadap karyawannya dan biaya maintenance.

Hingga saat ini, pengembang rumah subsidi masih menunggu kebijakan pemerintah untuk menetapkan penyesuaian batasan harga terbaru untuk penjualan rumah subsidi. Tak muluk-muluk, pengembang telah mengajukan kenaikan sebesar 7 persen meski belum ada persetujuan terkait hal tersebut.

Sementara itu, pada 7 Desember 2022, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan revisi aturan terkait batasan harga rumah subsidi masih digodok oleh kementerian dan lembaga terkait.

Dia memastikan terkait alokasi anggaran untuk rumah subsidi sudah ada. Namun, Sri Mulyani belum dapat memberikan kepastian terkait kapan aturan rumah subsidi yang terbaru akan diterbitkan.

"Untuk rumah subsidi saya belum aware mengenai perubahan policy-nya, tetapi nanti saya akan lihat," kata Sri saat ditemui usai serah terima Barang Milik Negara (BMN) tahap II, Rabu (7/12/2022).

Sri Mulyani menerangkan tak ada kendala yang menghambat penerbitan aturan harga baru rumah subsidi. Hanya saja, kebijakan baru masih diolah oleh pemangku kepentingan di level kabinet pemerintah.

"Enggak ada kendala menurut saya," ujar Sri Mulyani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper