Bisnis.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membeberkan data alokasi dana bagi hasil (DBH) yang dikeluhkan oleh Bupati Kepulauan Meranti M. Adil.
Prastowo menuturkan perhitungan Transfer ke Daerah (TKD) 2023 terutama DBH Migas untuk kabupaten Kepulauan Meranti telah dilakukan sesuai amanat Undang-undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Melalui akun Twitter resminya @prastow, Prastowo melaporkan bahwa total alokasi DBH kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp207,67 miliar atau naik 4,84 persen dari 2022, dengan DBH Migas sebesar Rp115,08 miliar atau turun 3,53 persen.
“Ini dikarenakan data lifting minyak 2022 dari Kementerian ESDM menunjukkan penurunan dari 2.489,71 ribu menjadi 1.970, 17 ribu barel setara minyak. Jadi basisnya resmi,” kata Prastowo, dikutip Senin (12/12/2022).
Lebih lanjut dia mengatakan, turunnya lifting berpengaruh terhadap alokasi DBH Migas kabupaten Kepulauan Meranti. Melihat data tersebut, Prastowo menilai pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti perlu memikirkan cara agar lifting di wilayah tersebut dapat ditingkatkan.
“Meskipun alokasi DBH Migas turun, alokasi DAU kabupaten Kepulauan Meranti justru naik 3,67 persen menjadi Rp422,56 miliar. Sayangnya, indikator kinerja pengelolaan anggaran DTU (DAU dan DBH) di kabupaten Kepulauan Meranti masih lebih rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga
Perlu diketahui, setiap tahunnya pemerintah pusat menggunakan sebagian pendapatan negara termasuk dari sektor migas untuk anggaran TKD. TKD ini merupakan upaya pemerintah pusat untuk mendukung pemda dalam memberikan pelayanan publik di daerahnya.
Prastowo menuturkan, alokasi TKD tersebut melalui DBH dari migas sesuai dengan Undang-undang, dan juga menyalurkannya melalui program kementerian/lembaga melalui APBN.
Tak hanya DBH, daerah penghasil migas juga menerima DAU, DAK, dan DID, serta Dana Desa dengan alokasi TKD rata-rata mencapai 20 persen dari TKD nasional.
Kemudian pada 2023, pemerintah pusat mengalokasikan DBH Migas untuk daerah pengolah dan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil. Ini bertujuan agar daerah yang terdampak eksplorasi migas mampu mengatasi masalah lingkungannya serta memiliki kapasitas membangun daerahnya menjadi lebih baik.
Adapun pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022 mewajibkan pemda untuk mengalokasikan 2 persen dari DTU (DAU dan DBH) untuk perlindungan sosial.
Namun, Prastowo mengungkapkan, realisasi belanja wajib kabupaten Kepulauan Meranti baru sebesar 9,76 persen per 9 Desember 2022, atau berada di bawah rata-rata secara nasional yang mencapai 33,73 persen.
Selain alokasi TKD, Prastowo menyebut kabupaten Kepulauan Meranti juga mendapatkan manfaat dari belanja pemerintah pusat, melalui kementerian/lembaga di wilayahnya.
“Total belanja k/l tersebut sebesar Rp137,99 miliar (2019), Rp154,59 miliar (2020), Rp118,03 miliar (2021), dan Rp120,41 miliar (2022),” jelasnya.
Kemudian dari pengelolaan APBD, serapan belanja rata-rata hanya 82,11 persen sejak 2016. Sementara, untuk tahun ini baru terealisasi 62,49 persen per 9 Desember 2022.
Rendahnya penyerapan, lanjut dia, menunjukkan bahwa kabupaten Kepulauan Meranti belum optimal mengelola anggarannya, khususnya dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi yakni 25,68 persen pada 2021.
Sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti M. Adil meluapkan kekesalannya terkait DBH. Dia heran lantaran DBH yang diterima menurun, sedangkan produksi minyak di wilayahnya justru bertambah yakni hampir mencapai 8.000 barel per hari.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Optimalisasi Pendapatan Daerah, di Pekanbaru, Riau, pada Kamis lalu (8/12/2022), Adil mengaku telah berupaya untuk dapat bertemu dengan pejabat Kemenkeu terkait untuk membahas terkait persoalan tersebut. Dia bahkan menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk melakukan audiensi. Namun, dari pihak Kemenkeu hanya menyanggupi audiensi secara online.
“Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline. Terima kasih pak Mendagri karena telah menerima kami. Tapi untuk keuangan, susahnya nggak ketulungan,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, tahun ini wilayahnya hanya menerima Rp115 miliar atau naik Rp700 juta dari penerimaan sebelumnya. Padahal, lifting naik dengan asumsi 100 dolar per barel.
Dia juga turut menyinggung soal kemiskinan di daerahnya. Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, Meranti menjadi salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan penduduk miskin di kabupaten tersebut mencapai 25,68 persen.
“Pertanyaan saya bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan. Bapak bilang bagi rata, dibagi rata se-Indonesia atau gimana?” tanya dia.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman yang menjadi pembicara dalam Rakornas tersebut sebetulnya sudah berulang kali memberikan penjelasan terkait pembagian dana tersebut.
“Ya itu pak, jadi formulanya seperti itu. Jadi datanya kami terima dari [Kementerian] ESDM, itu yang kami pakai sebagai dasarnya. Kemudian kita gunakan formulanya,” jelas Lucky.
Sayangnya, Adil tak cukup puas dengan jawaban Lucky. Adil pun mengaku telah mengadukan hal tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Jika hal tersebut tak menemukan titik terang, Adil akan membawa masalah tersebut ke Mahkamah.
“Kita tunggulah, ada tidak gugatan saya ke Mahkamah. Saya lagi nunggu pak Tito karena pak Tito adalah pembina saya selaku Mendagri, pembina kepala daerah. Izin pak, aku eneq mandang bapak, aku tinggalkan ruangan saja,” kata Adil.