Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menganggarkan Rp300 miliar untuk eskalasi kontrak proyek infrastruktur yang terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menerangkan untuk pengadaan anggaran eskalasi tersebut, risikonya terbagi dua yaitu antara penyedia jasa dan Kementerian PUPR.
"Jadi eskalasi di dalam surat edaran itu dibagi berdua, [risikonya] penyedia jasa dan kami. Berapa hitungannya? Itu dibagi dua. Jadi yang kita bayar 50 persen," kata Basuki di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Adapun, aturan eskalasi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah RI Nomor 16/2022 tentang penjelasan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang terdampak atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan aspal pada TA 2022.
"Surat Edaran ini berlaku untuk kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun Anggaran 2022, yang berdampak pada operasional, penggunaan peralatan, alat berat, atau alat transportasi yang menggunakan BBM dan/atau pekerjaan aspal," demikian bunyi aturan tersebut.
Lebih lanjut, Basuki menerangkan salah satu sumber dana eskalasi berasal dari anggaran sisa tender proyek yang masuk dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kementerian PUPR.
"Iya karena bu menteri keuangan menyetujui selama tidak ada penambahan anggaran, dari DIPA kami. Yang sisa-sisa tender, yang nggak jadi tender, itu masih ada uang, itu untuk eskalasi," jelasnya.
Basuki menegaskan, pengadaan eskalasi akan segera dijalankan agar proyek tidak mengalami hambatan akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.
Direktur Jenderal Bina Marga, Hedy Rahadian, menambahkan progres eskalasi tersebut telah dimulai sebagian tahun ini, dan sebagian lainnya akan dilakukan pada 2023.
Diberitakan sebelumnya, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indoensia (Gapensi) meminta pemerintah memberikan solusi terkait kenaikan biaya konstruksi akibat harga BBM yang melonjak.
Wakil Ketua Umum Gapensi, Didi Iskandar, mengatakan apabila mengacu pada payung hukum dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, saat ini yang mungkin dilakukan untuk mengatasi tekanan pada kontraktor dan pemberi pekerjaan adalah melalui optimasi kontrak.
"Kalau eskalasi tidak ada uang, negara tidak ada uang, jadi optimasi kontrak, ini akan menyelamatkan baik pemberi kerja dan penyedia jasa. Ini yang diusulkan Gapensi," ujar Didi.