Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan PT Pertamina (Persero) tetap memiliki hak partisipasi atau pengelolaan untuk sejumlah wilayah kerja eksplorasi yang sudah diidentifikasi perseroan di Blok East Natuna.
Kepastian itu disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, selepas rencana pemerintah untuk melelang ulang salah satu blok dengan kandungan gas terbesar di dunia tersebut.
“Pertamina bisa punya hak, terhadap yang dia inginkan dia juga punya hak [setelah dikembalikan ke negara],” kata Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/12/2022).
Saat ini, Tutuka mengatakan, kementeriannya masih menjalankan proses administrasi terkait pengembalian blok kelolaan Pertamina itu untuk negara.
“Prosesnya pada pembagian titik koordinat ya supaya tidak salah kan, begitu dibagi subsurface-nya itu kan ada aquifer namanya, aquifer kepotong itu bisa jadi masalah,” ujarnya.
Seperti diketahui, pengelolaan Blok East Natuna di Pulau Natuna, Kepulauan Riau kembali ke titik awal. Pertamina yang ditugasi pemerintah sebagai pengembang dinilai tidak melakukan kemajuan.
“Ya, kita akan proses dulu bahwa dulu kan ada penugasan ke Pertamina. Kita kembalikan dulu ke negara kemudian kita akan lelang tender terbuka untuk D-Alpha,” kata Tutuka di Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Hampir lima dekade atau sejak ditemukan pada 1973, nasib Blok East Natuna diombang-ambing ketidakjelasan. Lapangan gas raksasa tersebut masih juga belum digarap.
Awalnya, ExxonMobil tertarik menggarapnya dan mendapat hak kelola pada 1980. Akan tetapi, pemerintah menghentikan kontrak pada 2007 karena tak ada perkembangan.
Setahun kemudian, Blok East Natuna diserahkan ke Pertamina. ExxonMobil ikut lagi pada 2010 bersama Total dan Petronas. Posisi Petronas kemudian digantikan oleh PTT Exploration and Production (PTT EP), perusahaan asal Thailand.
Sayangnya, konsorsium itu bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017. Alasannya, perusahaan asal Amerika Serikat itu menilai blok itu tidak layak investasi. Mengikuti jejak ExxonMobil, PTT EP juga memutuskan untuk tidak melanjutkan konsorsium bersama Pertamina.
Sebelumnya, Subholding Upstream Pertamina (Persero), PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tengah merampungkan proposal pengajuan production sharing contract (PSC) WK East Natuna untuk mempercepat eksplorasi sejumlah prospek minyak dan gas (Migas) yang sudah diidentifikasi di lapangan tersebut.
Corporate Secretary Pertamina Hulu Energi, Arya Dwi Paramita, mengatakan proses pengajuan itu berbarengan dengan tahapan finalisasi proses kemitraan dengan salah satu perusahaan Migas potensial untuk mengelola lapangan dengan reservoir gas raksasa di dunia tersebut.
“Saat ini Pertamina sedang melakukan finalisasi proposal untuk pengajuan PSC WK East Natuna dan dalam tahapan finalisasi proses kemitraan dengan salah satu perusahaan migas untuk bersama-sama mengelola WK East Natuna,” kata Arya saat dihubungi, Selasa (29/11/2022).
Arya menegaskan perseroan masih mempertahankan sebagian besar wilayah kerja dari blok East Natuna. Pertamina menilai sejumlah wilayah kerja termasuk Natuna D-Alpha memiliki prospek cadangan sumber daya yang relatif besar untuk mengerek kinerja lifting migas.
Kendati demikian, Arya mengatakan, proposal PSC WK East Natuna itu bakal melepas daerah dengan kandungan Co2 yang relatif tinggi seperti diidentifikasi pada struktur AL. Rencananya, Pertamina bakal fokus pada eksplorasi dan pengembangan lapangan yang sudah teridentifikasi sebelumnya.
“Daerah yang kaya Co2 termasuk struktur AL rencananya akan dikembalikan ke negara dan Pertamina akan fokus untuk mempercepat eksplorasi prospek-prospek yang sudah diidentifikasi,” ujarnya.