Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos SKK Migas Ungkap BUMN Rusia Minat Kelola Blok East Natuna

SKK Migas menyebut sudah ada investor yang berminat untuk mengelola Blok East Natuna yang rencananya akan dikembalikan ke negara oleh Pertamina.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam sebuah konferensi pers, 2020. Istimewa/ SKK Migas
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam sebuah konferensi pers, 2020. Istimewa/ SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan perusahaan minyak dan gas bumi pelat merah asal Rusia, Zarubezhneft, berminat masuk pada pengelolaan Blok East Natuna.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, Zarubezhneft lebih dahulu telah mengelola lapangan migas yang menjadi bagian pengembangan Blok Tuna di Kepulauan Natuna. Saat itu, Zarubezhneft masuk dengan mengakuisisi 50 persen hak partisipasi Premier Oil lewat anak perusahaannya, ZN Asia Ltd.

“Perusahaan Rusia yang minat masuk hampir sama dengan yang sekarang terlibat di Blok Tuna,” kata Dwi saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/12/2022).

Kendati demikian, Dwi memastikan, sejumlah negara belakangan turut menunjukkan minatnya untuk ikut mengelola salah satu lapangan gas terbesar di dunia tersebut.

“Saya kira di East Natuna sudah banyak yang berminat, dari Malaysia juga berminat,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, pengelolaan Blok East Natuna di Pulau Natuna, Kepulauan Riau kembali ke titik awal. PT Pertamina (Persero) yang ditugasi oleh pemerintah sebagai pengembang dinilai tidak melakukan kemajuan.

“Ya, kita akan proses dulu bahwa dulu kan ada penugasan ke Pertamina. Kita kembalikan dulu ke negara kemudian kita akan lelang tender terbuka untuk D-Alpha,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).

Pertamina, tambah Tutuka, sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa tidak keberatan jika Blok East Natuna dikembalikan ke negara. Proses pengembaliannya saat ini masih berlangsung.

“Nanti lelangnya pengumuman tidak tahu, ya. Tetapi ini sudah kita proses sekarang karena kalau bisa selesai tahun ini, bisa langsung tahun awal depan kita umumkan lelang itu,” jelasnya.

Hampir lima dekade atau sejak ditemukan pada 1973, nasib Blok East Natuna diombang-ambing ketidakjelasan. Lapangan gas raksasa tersebut masih juga belum digarap. Awalnya, ExxonMobil tertarik menggarapnya dan mendapat hak kelola pada 1980. Akan tetapi, pemerintah menghentikan kontrak pada 2007 karena tak ada perkembangan.

Setahun kemudian, Blok East Natuna diserahkan ke Pertamina. ExxonMobil ikut lagi pada 2010 bersama Total dan Petronas. Posisi Petronas kemudian digantikan oleh PTT Exploration and Production (PTT EP), perusahaan asal Thailand.

Sayangnya, konsorsium itu bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017. Alasannya, perusahaan asal Amerika Serikat itu menilai blok itu tidak layak investasi.

Mengikuti jejak ExxonMobil, PTT EP juga memutuskan untuk tidak melanjutkan konsorsium bersama Pertamina.

Adapun, tantangan pengembangan Blok East Natuna adalah tingginya kandungan karbondioksida (CO2) yang mencapai 75 persen sehingga membutuhkan anggaran besar untuk pemisahan CO2 dengan gas bumi.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar 222 trilion cubic feet (Tcf) dengan potensi gas yang recoverable sebesar 46 Tcf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper