Bisnis.com, JAKARTA — Subholding Upstream Pertamina (Persero), PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menegaskan bahwa perseroan masih mempertahankan sebagian Wilayah Kerja East Natuna. Perseroan pun tengah merampungkan proposal pengajuan kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) blok migas tersebut untuk mempercepat eksplorasi sejumlah prospek yang sudah diidentifikasi.
Corporate Secretary Pertamina Hulu Energi Arya Dwi Paramita mengatakan, Blok East Natuna merupakan area yang luas, di mana salah satunya terdapat reservoir gas raksasa. Studi menunjukkan bahwa kandungan karbon dioksida (CO2) yang sangat tinggi terdapat di lapangan AL. Sementara itu, WK East Natuna juga mempunyai prospek eksplorasi yang memerlukan kajian lebih lanjut.
“Saat ini Pertamina sedang melakukan finalisasi proposal untuk pengajuan PSC WK East Natuna dan dalam tahapan finalisasi proses kemitraan dengan salah satu perusahaan migas untuk bersama-sama mengelola WK East Natuna,” kata Arya saat dihubungi, Selasa (29/11/2022).
Pertamina menilai sejumlah wilayah kerja yang mencakup Natuna D-Alpha memiliki prospek cadangan sumber daya yang relatif besar untuk mengerek kinerja lifting migas perusahaan pelat merah ke depan.
Kendati demikian, Arya mengatakan, proposal PSC WK East Natuna itu bakal melepas daerah dengan kandungan CO2 yang relatif tinggi, seperti diidentifikasi pada struktur AL. Rencananya, Pertamina bakal berfokus pada eksplorasi dan pengembangan lapangan yang sudah teridentifikasi sebelumnya.
“Daerah yang kaya CO2, termasuk struktur AL rencananya akan dikembalikan ke negara dan Pertamina akan fokus untuk mempercepat eksplorasi prospek-prospek yang sudah diidentifikasi,” kata dia.
Baca Juga
Pertamina telah mengkaji konsep eksplorasi minyak yang diharapkan dapat dikembangkan lebih cepat dari WK itu sejak 2020 lalu. PHE bekerjasama dengan LAPI ITB melaksanakan studi geologi dan geofisika (Studi G&G) pada Area East Natuna. Berdasarkan hasil studi tersebut, terdapat potensi-potensi eksplorasi minyak yang signifikan di East Natuna.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengelolaan Blok East Natuna di Pulau Natuna, Kepulauan Riau kembali ke titik awal. Pertamina yang ditugasi oleh pemerintah sebagai pengembang dinilai tidak melakukan kemajuan.
“Ya, kita akan proses dulu bahwa dulu kan ada penugasan ke Pertamina. Kita kembalikan dulu ke negara kemudian kita akan lelang tender terbuka untuk D-Alpha,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Hampir lima dekade atau sejak ditemukan pada 1973, nasib Blok East Natuna diombang-ambing ketidakjelasan. Lapangan gas raksasa tersebut masih juga belum digarap.
Awalnya, ExxonMobil tertarik menggarapnya dan mendapat hak kelola pada 1980. Akan tetapi, pemerintah menghentikan kontrak pada 2007 karena tak ada perkembangan.
Setahun kemudian, Blok East Natuna diserahkan ke Pertamina. ExxonMobil ikut lagi pada 2010 bersama Total dan Petronas. Posisi Petronas kemudian digantikan oleh PTT Exploration and Production (PTT EP), perusahaan asal Thailand.
Sayangnya, konsorsium itu bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017. Alasannya, perusahaan asal Amerika Serikat itu menilai blok itu tidak layak investasi. Mengikuti jejak ExxonMobil, PTT EP juga memutuskan untuk tidak melanjutkan konsorsium bersama Pertamina.
Adapun, tantangan pengembangan Blok East Natuna adalah tingginya kandungan CO2 yang mencapai 75 persen sehingga membutuhkan anggaran besar untuk pemisahan CO2 dengan gas bumi.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar 222 trilion cubic feet (Tcf) dengan potensi gas yang recoverable sebesar 46 Tcf.