Bisnis.com, BADUNG – Pengelolaan Blok East Natuna di Pulau Natuna, Kepulauan Riau kembali ke titik awal. PT Pertamina (Persero) yang ditugasi oleh pemerintah sebagai pengembang dinilai tidak melakukan kemajuan.
“Ya, kita akan proses dulu bahwa dulu kan ada penugasan ke Pertamina. Kita kembalikan dulu ke negara kemudian kita akan lelang tender terbuka untuk D-Alpha,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Pertamina, tambah Tutuka, sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa tidak keberatan jika Blok East Natuna dikembalikan ke negara. Proses pengembaliannya saat ini masih berlangsung.
“Nanti lelangnya pengumuman tidak tahu, ya. Tetapi ini sudah kita proses sekarang karena kalau bisa selesai tahun ini, bisa langsung tahun awal depan kita umumkan lelang itu,” jelasnya.
Hampir lima dekade atau sejak ditemukan pada 1973, nasib Blok East Natuna diombang-ambing ketidakjelasan. Lapangan gas raksasa tersebut masih juga belum digarap.
Awalnya, ExxonMobil tertarik menggarapnya dan mendapat hak kelola pada 1980. Akan tetapi, pemerintah menghentikan kontrak pada 2007 karena tak ada perkembangan.
Baca Juga
Setahun kemudian, Blok East Natuna diserahkan ke Pertamina. ExxonMobil ikut lagi pada 2010 bersama Total dan Petronas. Posisi Petronas kemudian digantikan oleh PTT Exploration and Production (PTT EP), perusahaan asal Thailand.
Sayangnya, konsorsium itu bubar di tengah jalan. ExxonMobil memutuskan untuk hengkang pada 2017. Alasannya, perusahaan asal Amerika Serikat itu menilai blok itu tidak layak investasi.
Mengikuti jejak ExxonMobil, PTT EP juga memutuskan untuk tidak melanjutkan konsorsium bersama Pertamina.
Adapun, tantangan pengembangan Blok East Natuna adalah tingginya kandungan karbondioksida (CO2) yang mencapai 75 persen sehingga membutuhkan anggaran besar untuk pemisahan CO2 dengan gas bumi.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar 222 trilion cubic feet (Tcf) dengan potensi gas yang recoverable sebesar 46 Tcf.