Bisnis.com, JAKARTA — Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendorong pemerintah untuk menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk menekan konsumsinya dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Anggota Tim Peneliti CISDI Agus Widarjono menyampaikan bahwa penerapan tarif cukai minuman berpemanis berpotensi menurunkan konsumsi minuman tersebut hingga 17,5 persen.
“Berdasarkan hasil studi elastisitas harga permintaan yang kami lakukan, kami mengestimasi penerapan cukai MBDK sebesar 20 persen akan menurunkan permintaan masyarakat rata-rata hingga 17,5 persen,” katanya, Selasa (29/11/2022).
Dia menjelaskan, kenaikan rata-rata harga MBDK sebesar 1 persen akan diikuti oleh penurunan permintaan produk MBDK rata-rata sebesar 1,09 persen.
Agus menilai, pembatasan MBDK harus menjadi perhatian pemerintah karena data menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis telah meningkat hingga 15 kali lipat, dari sekitar 51 juta liter pada 1996 menjadi 780 juta liter pada 2014.
Peningkatan tersebut jauh melebihi pertumbuhan jumlah populasi yang meningkat 0,3 kali lipat dari 200 juta ke 255 juta pada periode yang sama.
“Penerapan cukai MBDK akan menjaga masyarakat dari konsumsi MBDK berlebih dan mengurangi beban biaya kesehatan sebagai akibat obesitas dan PTM,” jelasnya.
Chief of Policy and Research CISDI Olivia Herlinda juga menyampaikan bahwa cukai minuman berpemanis harus diterapkan secara komprehensif dan serentak ke semua produk MBDK, baik yang berpemanis gula maupun berpemanis buatan.
“Termasuk produk olahan dan siap saji. Ini akan mencegah masyarakat mengalihkan konsumsinya ke produk MBDK lain yang tidak terkena cukai,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nursidik Istiawan mengatakan dalam hal ini, pemerintah melalui akan berupaya untuk meraih titik temu dari sisi pemilik kepentingan kesehatan, pelaku industri, juga kementerian terkait.
“Kementerian Keuangan perlu menjadi penengah untuk mengusahakan agar cukai MBDK merupakan mendapatkan titik temu dari pemilik kepentingan kesehatan dan sektor industri baik pelaku industri dan kementerian terkait,” jelasnya.