Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kembali menegaskan bahwa penetapan upah minimum tetap akan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan.
Adapun, kalangan pengusaha dan pekerja atau buruh masih belum satu suara terkait dasar penetapan upah. Pengusaha setuju dalam penggunaan PP No. 36/2021, sementara pekerja menginginkan penetapan upah minimum didasarkan pada PP No. 78/2015.
“Enggak [pakai PP No. 78/2015], kan sudah tidak berlaku gara gara ada [UU] Cipta Kerja, tetap pakai PP No. 36/2021,” ujar Staf Khusus Kemenaker Dita Indah Sari kepada awak media, Kamis (10/11/2022).
Pada dasarnya, perbedaan dari kedua peraturan tersebut adalah terkait formulasi perhitungan besaran upah. Dalam PP No. 78/2015, penetapan upah minimum menggunakan formulasi inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No. 11/2022 tentang Cipta Kerja, penentuan besaran upah minimum mengacu pada pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang terjadi.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, pihaknya telah melakukan serangkaian persiapan penetapan upah minimum 2023 yang dimulai dengan beberapa kegiatan sejak September-November 2022. Salah satunya melalui serap aspirasi dari pengusaha dan pekerja atau buruh dan nyatanya masih belum satu suara bahkan bertolak belakang.
Baca Juga
Pengusaha pada dasarnya menginginkan penetapan menggunakan PP No. 36/2021 karena menganggap aturan tersebut lebih realistis, dengan kata lain memilih salah satu yang lebih besar sebagai dasar penetapan, yakni pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
“Kemudian penetapan upah minimum 2023 tetap mengacu pada PP No. 36/2021. Kemudian PP No. 36/2021 harus dilaksanakan sebelum ada perubahan lain,” jelas Ida dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (8/11/2022).
Di sisi lain, Kemenaker mendapat masukan dari pekerja atau buruh yang bertolak belakang dengan pengusaha. Pekerja atau buruh tegas menolak penetapan upah dengan dasar PP No.36/2021.
“Kami juga mendapatkan masukan dari pekerja buruh, bertolak belakang tentu saja dengan yang disampaikan oleh teman-teman Apindo dan Kadin. Mereka menyampaikan bahwa PP No. 36/2021 tidak bisa jadi dasar penetapan upah minimum,” ujar Ida.
Bila mengacu pada aturan lama, pekerja atau buruh meminta besaran upah minimum 2023 harus lebih besar 13 persen dari sebelumnya. Pasalnya, menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, prediksi inflasi akan mencapai 6,5 persen setelah kenaikan BBM dan pertumbuhan ekonomi 4,9 persen sehingga total menjadi 11,5 persen yang dibulatkan menjadi 13 persen.
“KSPI mengusulkan kenaikan UMP/UMK sebesar 13 persen berasal dari inflasi plus pertumbuhan ekonomi ditambah penyesuaian daya beli buruh yang turun 30 persen akibat 3 tahun berturut-turut tidak naik. Dari awal, kami menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja,” kata Said Iqbal, Selasa (8/11/2022).