Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Manufaktur Melambat, Kemenperin Kaji Opsi Kebijakan

Kemenperin sedang mengkaji beberapa opsi kebijakan sebagai solusi kinerja manufaktur yang melambat.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. / Dok. Bisnis
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. / Dok. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengkaji opsi kebijakan guna membantu sektor manufaktur, khususnya, yang mengalami perlambatan pertumbuhan dan pertumbuhan negatif.

"Setiap sektor kami pelototi. Khususnya, sektor yang pertumbuhannya mengalami perlambatan walaupun masih tumbuh dan sektor yang growth-nya negatif. Disini kami kaji opsi kebijakan untuk membantu mereka," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Bisnis.com, Selasa (8/11/2022).

Seebelumya, Agus menjelaskan pemerintah membuka kemungkinan melakukan larangan terbatas (lartas) terhadap beberapa bahan baku dan produk tekstil menyusul kondisi industri yang sedang memburuk sebagai salah satu opsi.

Terkait dengan hal itu, jelasnya, Kemenperin melakukan klasterisasi subsektor industri manufaktur. Agus menjelaskan terdapat 3 klaster manufaktur yang di-breakdown dan dipelajari.

Pertama, klaster manufaktur yang mengalami penguatan pertumbuhan seperti industri alat angkutan, permesinan, serta elektronika, yang dinilai menguat karena ditopang oleh sejumlah kebijakan pemerintah.

Beberapa kebijakan tersebut meliputi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang dinilai meningkatkan permintaan domestik, serta program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang mendorong penyerapan produk lokal.

Kedua, klaster manufaktur yang mengalami perlambatan pertumbuhan, seperti sektor makanan dan minuman (mamin). Perlambatan yang dialami oleh sektor mamin disebut terjadi karena pelemahan pasar ekspor.

Pelemahan pasar ekspor, sambungnya, terjadi akibat tekanan ekonomi global serta terhambatnya input bahan baku, baik karena masalah ketersediaan maupun harga sebagai dampak penguatan mata uang dolar.

Ketiga, klaster industri dengan pertumbuhan negatif yang meliputi sektor kimia dan farmasi, furnitur, serta industri bahan galian nonlogam. Sama dengan klaster sebelumnya, kata Agus, pelemahan pasar ekspor serta tingginya harga bahan baku dinilai menjadi penyebab.

Seperti diketahui, kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (produk domestik bruto/PDB) pada kuartal III/2022 menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Mengutip data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Tanah Air pada kuartal III/2022 sebesar 17,88 persen. Sementara pada kuartal III/2021 kontribusinya masih 19,15 persen. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper