PP 109/2012 Perlu Direvisi
Pemerintah juga dinilai harus segera merevisi PP 109/2012 agar pengendalian konsumsi dan prevalensi merokok dapat lebih optimal.
Eva menjelaskan kebijakan fiskal saja tidak cukup untuk mengoptimalkan pengendalian konsumsi rokok. Menurut Eva, pemerintah juga perlu memperbaharui berbagai ketentuan lain terkait produk hasil tembakau.
Dia mendorong revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, karena belum memuat ketentuan mengenai penjualan rokok secara eceran hingga soal rokok elektrik.
“Kami mendorong agar PP 109/2012 dapat direvisi karena rokok elektrik belum diatur, penjualan rokok batangan tidak dilarang, serta iklan di media sosial dan internet belum diatur,” ujar Eva kepada Bisnis, Jumat (4/11/2022).
Penjualan secara eceran membuat masyarakat masih dapat membeli rokok dengan mudah, meskipun harganya ikut naik sejalan dengan tarif baru cukai rokok. Selain itu, kontrol dari penjualan eceran relatif masih lemah, sehingga anak di bawah umur pun bisa membeli rokok.
Ketua Program Pengendalian Tembakau Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Iman Mahaputra Zein menyatakan hal serupa. Menurutnya revisi PP 109/2012 mendesak karena perlu pembaruan aturan terhadap kondisi saat ini.
Baca Juga
Iman menyebut bahwa Kemenkes memiliki peran sentral dalam mendorong pemerintahan di tingkat lebih tinggi untuk mendorong revisi PP 109/2012. Kemenkes perlu mendorong penguatan pelarangan iklan rokok hingga peringatan kesehatan bergambar, melalui revisi aturan itu.
“Penjualan rokok batangan juga menghambat optimalisasi dampak dari kenaikan cukai tembakau, karena walaupun harganya naik, masih bisa di beli secara batangan. Harus segera revisi PP 109/2012,” ujar Iman kepada Bisnis, Jumat (4/11/2022).
Langkah Lain
Eva menyebut bahwa Kemenkes pun mendorong langkah-langkah lain terkait pengendalian konsumsi tembakau untuk melindungi kesehatan masyarakat. Konsumsi produk hasil tembakau memicu berbagai penyakit berat di masyarakat, bahkan hingga menjadi beban jaminan kesehatan.
Pertama, Kemenkes mendorong kabupaten/ kota untuk menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok. Pemerintah daerah (pemda) perlu mengeluarkan perda/perkada KTR, dengan target pada 2024 seluruh kabupaten/kota (berjumlah 514) memiliki perda dan mengimplementasikannya.
Kedua, Kemenkes akan memperkuat kerja sama dengan kementerian dan lembaga (KL) lainnya untuk mendukung penerapan KTR di perkantoran KL dan unit pelaksana teknisnya. Ketiga, Kemenkes pun menyiapkan layanan upaya berhenti merokok dengan target di setiap kabupaten/kota minimal 40 persen fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
Keempat, Kemenkes melakukan kampanye gerakan kesehatan masyarakat (GERMAS), CERDIK, rumah bebas asap rokok, hingga desa bebas asap rokok. Kampanye itu akan melibatkan para jejaring pengendalain tembakau.
“Kelima, dengan melakukan pemantauan kepatuhan penerapan KTR dengan menggunakan dasboard E-Monev KTR,” ujar Eva.