Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ikut Jejak The Fed, Bank Sentral Inggris Kerek Suku Bunga 75 Basis Poin

Komite Kebijakan Moneter (MPC) Bank of England menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin menjadi 3 persen, level tertinggi sejak 14 tahun.
Bank of England. /Bloomberg-Hollie Adams
Bank of England. /Bloomberg-Hollie Adams

Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Inggris, Bank of England, memutuskan untuk menaikkan suku bunga hari ini, Kamis (3/11/2022), mengikuti jejak agresif Federal Reserve sehari sebelumya.

Dilansir dari Bloomberg, Komite Kebijakan Moneter (MPC) Bank of England (BOE) memutuskan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin menjadi 3 persen, level tertinggi sejak 14 tahun. Kenaikan 75 basis poin juga merupakan yang paling agresif sejak 33 tahun terakhir.

Di sisi lain, BOE memperkirakan puncak siklus kenaikan suku bunga acuan akan lebih rendah dari proyeksi investor dan ekonom.

BOE juga memperkirakan bahwa Inggris telah masuk ke dalam resesi pada kuartal ketiga tahun ini karena pendapatan rumah tangga tertekan oleh harga energi dan barang global yang lebih tinggi.

BOE memperingatkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus turun sepanjang tahun 2023 dan bahkan pada paruh pertama tahun 2024 karena harga energi yang tinggi dan kondisi keuangan yang lebih ketat membebani pengeluaran.

“Proyeksi terbaru MPC menggambarkan prospek ekonomi Inggris yang sangat menantang. Diperkirakan akan berada dalam resesi untuk waktu yang lama dan inflasi akan tetap tinggi di atas 10 persen dalam waktu dekat,” demikian menurut pernyataan BOE seperti dilansir The Guardian.

Pengangguran diperkirakan akan meningkat hingga mendekati 6,5 persen pada akhir 2025 dari level 3,5 persen saat ini.

Gubernur BOE Andrew Bailey mengatakan bahwa keputusan bank sentral menaikkan suku bunga ini karena inflasi terlalu tinggi, dan ini sudah menjadi tugas BOE untuk menurunkannya.

“Inflasi yang rendah dan stabil adalah landasan ekonomi yang stabil,” kata Bailey.

Dia mengatakan masalah rantai pasokan setelah pandemi, perang Ukraina, dan menyusutnya tenaga kerja telah memicu lonjakan harga. Bailey juga memperingatkan bahwa inflasi akan lebih buruk daripada angka resmi 10,1 persen karena harga kebutuhan pokok telah meningkat lebih banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper