Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut pergantian kepemimpinan (Perdana Menteri) menjadi penyebab berlanjutnya krisis ekonomi di Inggris.
Pandemi Covid-19 hingga pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina telah memukul perekonomian di hampir semua negara. Inggris, kata dia, salah satu negara maju yang ada di benua Eropa juga terkena dampaknya.
Menurut Bahlil, pergantian kepemimpinan yang terus dilakukan selama masa krisis semakin memperburuk krisis di negara tersebut.
“Di Inggris itu sekarang dalam satu tahun berapa kali berganti kepemimpinan? Akibat karena pergantian kepemimpinan, belum menyesuaikan dengan baik, akhirnya membuat kebijakan yang direspon negatif, memangkas pajak,” kata Bahlil saat ditemui Bisnis di kediamannya di komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan pada Selasa (25/10/2022).
Dia menilai situasi yang terjadi di Inggris bukan semata-mata dampak dari perang Ukraina-Rusia atau pandemi Covid-19.
Bahlil mengatakan dari krisis di Inggris dia mengingatkan agar Indonesia berhati-hati juga dalam transisi kepemimpinan politik.
Baca Juga
"Saya sering mengatakan bahwa kondisi global sekarang termasuk Indonesia tidak pada kondisi kelaziman peralihan kepemimpinan,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, mantan Perdana Menteri Liz Truss memutuskan untuk memangkas pajak yang justru mendapat respon negatif dari pasar keuangan dan membuat nilai tukar poundsterling jatuh,
Setelah 45 hari menjabat, Truss memutuskan untuk mundur dari posisinya setelah dinilai telah merusak kredibilitas ekonomi Inggris dengan kebijakan ekonominya.
Sepanjang 2022, Inggris tercatat telah memiliki tiga perdana menteri. Boris Johnson pertama kali menjabat pada Juli 2019 dan memutuskan mundur dari jabatannya pada 6 September lalu setelah salah satu anggota parlemennya terlibat skandal pelecehan seksual.
Posisi Johnson kemudian digantikan oleh Lizz Truss. Namun, kebijakan yang diambil Truss justru semakin memperparah kondisi ekonomi di Inggris.
Dia kemudian memutuskan untuk turun dari jabatannya, dan posisinya kemudian diisi oleh Rishi Sunak setelah mendapatkan mayoritas dukungan dari anggota partainya.
Sunak sendiri berjanji akan melakukan sejumlah cara untuk membawa Inggris lebih baik lagi di tengah inflasi yang tinggi, melonjaknya biaya pinjaman, dan resesi yang akan terjadi.