Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Tekstil Terancam! 64.000 Karyawan Kena PHK, 18 Perusahaan Tutup

Pengusaha tekstil melaporkan per Oktober 2022 sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan PHK dari 124 perusahaan.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menimpa para pekerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. 

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei melaporkan per Oktober 2022 sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan PHK dari 124 perusahaan.

Selain itu, dia mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, ada 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat.

"Sudah ada 14 kabupaten/kota yang memberikan laporan mengenai pengurangan atau putus kontrak. Kurang lebih yang kena PHK itu hampir 55.000 dan yang tutup ada 18 perusahaan," kata Yan Mei dalam konferensi pers 'Badai PHK di Industri TPT, Produsen Minta Pemerintah Turun Tangan', Rabu (2/11/2022).

Dari 18 perusahaan yang tutup, setidaknya 9.500 pekerja terkena dampak. Sehingga jika ditotal, dari pengurangan dan putus kontrak hingga saat ini mencapai 64.000 pekerja dari 124 perusahaan.

Yan Mei memprediksi angka tersebut akan terus bertambah mengingat kondisi kinerja tekstil yang semakin menurun. Sebagai pengusaha yang fokus di industri garmen, dia mencatat terjadi penurunan pesanan hingga 50 persen dari bulan April 2022.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan saat ini industri TPT sekarang sedang mengalami penurunan utilisasi.

Hal ini merupakam imbas dari perang Rusia-Ukraina yang membuat konsumsi masyarakat Eropa dan Amerika Serikat menurun. Sementara itu, pasar domestik kembali dibanjiri produk impor. 

"Inflasi di berbagai negara itu sudah mencapai 2 digit dan ada perlemahan mata uang, ini yang membuat daya beli mereka juga menurun dan kebutuhan tekstil ini bukan kebutuhan primer," kata Jemmy. 

Lebih lanjut, dia memprediksi penurunan kinerja industri ini akan berlanjut di tahun 2023 jika tidak ada antisipasi dan langkah yang diambil pemerintah.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper