Bisnis.com, JAKARTA - Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 51,8 poin pada Oktober 2022. Bulan lalu, PMI Indonesia masih di level 53,7 poin.
Menurut data IHS Markit yang belum lama ini bermitra dengan S&P Global, perusahaan manufaktur mengurangi aktivitas perekrutan dan pembelian karena melambatnya pertumbuhan dari sisi permintaan maupun pasokan.
IHS Markit menekankan hambatan pasokan dan tekanan biaya untuk sektor manufaktur Indonesia masih ada, di mana waktu tunggu pesanan terus diperpanjang sehingga menyebabkan penurunan inventaris.
Menanggapi hal itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang menerangkan faktor utama yang memengaruhi kondisi di industri manufaktur Indonesia adalah lesunya geliat perekonomian global yang salah satunya ditandai dengan melambatnya ekonomi Eropa akibat perang Rusia-Ukraina.
"Bulan ini, PMI manufaktur seluruh negara di dunia turun, termasuk Indonesia. Sebab, dunia sedang mengalami kesulitan dan dampaknya juga dirasakan oleh sektor manufaktur Indonesia," kata Agus dalam acara Memorandum of Understanding (MoU) antara Kemenperin dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Agus menuturkan indeks manufaktur negara-negara di Eropa, China, Korea Selatan dan Taiwan bahkan berada di bawah level ekspansi. Penurunan cukup dalam dialami Taiwan yang turun dari 42,2 ke 41,5 poin pada Oktober 2022.
Menurutnya, Indonesia perlu mengantisipasi dampak pelambatan ekonomi global tersebut terhadap sektor manufaktur melalui penguatan rantai pasok. Salah satu strategi yang dijalankan pemerintah adalah program business matching antara industri besar dan IKM.
"Selain memperkuat rantai pasok, program itu juga akan membuka mata bisnis besar bahwa banyak pasokan yang dibutuhkan tersedia di industri kecil dan menengah (IKM)," ujarnya.
Dimulai dari industri otomotif, program business matching tersebut akan dilanjutkan ke sektor manufaktur lainnya melalui koordinasi antara Kemenperin, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta lembaga pembiayaan perbankan.
"Tujuannya, agar RI tidak terlalu bergantung dengan rantai pasok negara lain yang sekarang sedang tidak sehat sehingga industri manufaktur RI bisa tumbuh dan sehat dalam proses produksinya," ujarnya.
Sementara itu, untuk menjaga sisi permintaan terhadap produk manufaktur, Agus Gumiwang menyebut pemerintah akan mengkaji kebijakan insentif atau stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat.