Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat inflasi pada Oktober 2022 diperkirakan tetap tinggi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan inflasi pada Oktober 2022 mencapai 0,08 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Secara tahunan, inflasi pada periode tersebut diperkirakan sebesar 5,91 persen (year-on-year/yoy).
Josua memperkirakan pendorong inflasi pada Oktober 2022 disebabkan oleh meningkatnya inflasi inti, sementara kelompok harga bergejolak cenderung mengalami deflasi.
“IHK harga bergejolak diperkirakan mengalami deflasi sejalan dengan tren penurunan harga sebagian besar komoditas pangan,” katanya kepada Bisnis, Senin (31/10/2022).
Josua merincikan, beberapa komoditas yang mencatatkan penurunan harga diantaranya cabai merah sebesar -24 persen, telur ayam -6,3 persen, daging ayam -2,4 persen, cabai rawit -14 persen, minyak goreng -2,5 persen, bawang merah -1,9 persen, dan bawang putih -2,1 persen secara bulanan.
Sementara itu, dia memperkirakan inflasi inti meningkat menjadi 3,45 persen secara tahunan, dari bulan sebelumnya 3,21 persen.
Baca Juga
Kenaikan inflasi inti tersebut sejalan dengan dampak putaran kedua atau second round effect dari kenaikan harga BBM pada September 2022.
“Kenaikan inflasi inti juga didorong oleh kenaikan harga emas sekitar 0,17 persen,” jelas Josua.
Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan tingkat inflasi pada Oktober 2022 tetap tinggi, mencapai 0,09 persen secara bulanan atau 5,91 persen secara tahunan.
“Indeks Harga Konsumen diperkirakan naik 0,09 persen secara bulanan pada Oktober 2022, terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bakar dan tarif jasa transportasi,” kata Faisal.
Sejalan dengan inflasi IHK, Faisal memperkirakan laju inflasi inti juga mengalami penguatan pada Oktober 2022, mencapai 3,39 persen secara tahunan, seiring dengan pelonggaran PPKM atau peningkatan mobilitas.
Dia memperkirakan, risiko tekanan inflasi diperkirakan masih berlanjut, terutama yang dipicu oleh penyesuaian harga BBM.
Pasalnya, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi tidak hanya berdampak pada first round effect terhadap harga BBM dan tarif jasa transportasi, tetapi juga second round effect terhadap barang dan jasa lainnya, khususnya melalui biaya jasa distribusi.