Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan perkembangan sejumlah kawasan industri andalan pemerintah belakangan terhambat akibat ketidakpastian pasokan harga gas bumi tertentu (HGBT).
Pembina Industri Ahli Madya Direktorat Industri Kimia Hulu Kemenperin Tri Ligayanti mengatakan, sebagian besar investor masih menunggu terkait dengan kepastian pasokan gas dengan harga patokan US$6 per MMbtu tersebut. Konsekuensinya, rencana investasi dan ekspansi pada kawasan industri tersebut masih belum agresif.
“Kawasan industri baru, yaitu di kawasan Semarang, Kendal, dan Batang di sini banyak investor yang menanyakan soal kepastian untuk mendapatkan HGBT. Namun, di sisi infrastruktur pertumbuhan kawasan industri baru ini terkendala belum adanya pipa transmisi dari Cirebon ke Semarang,” kata Tri saat Forum Diskusi Indonesian Gas Society, Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Berdasarkan hasil kajian Kemenperin bersama dengan LPEM FEB UI pada tahun ini, permintaan gas bumi domestik diproyeksikan naik dari 3.600 MMscfd ke level 4.700 MMscfd atau naik 30 persen sepanjang 2022 hingga 2030. Permintaan akan gas bumi itu masih didominasi oleh wilayah Sumatra dan Jawa.
Di sisi lain, pasokan gas dari lapangan eksisting ataupun plan of development (PoD) turut mengalami peningkatan dari 3.578 MMscfd ke level 5.146 MMscfd. Mayoritas lapangan gas potensial berada di kawasan timur Indonesia.
“Kami sangat berharap realisasi dari infrastruktur gas bumi tersebut agar dapat mendukung industri terutama di kawasan industri Kendal dan Batang yang kemarin diresmikan oleh Pak Presiden,” kata dia.
Baca Juga
Malahan, dia menambahkan, sebagian besar industri belakangan meminta pasokan gas yang lebih besar untuk segera beralih dari energi primer batu bara menuju gas bumi sebagai bahan bakar mereka. Hanya saja, minimnya infrastruktur saat ini belum mampu untuk memenuhi permintaan gas sebagai medium transisi energi tersebut.
“Industri-industri yang mulai berkembang di kawasan timur ingin mengganti energinya dari batu bara ke gas bumi, industri seperti di Morowali dan lainnya,” kata dia.
Sebelumnya, Indonesia Gas Society (IGS) menilai penambahan infrastruktur hilir gas bumi belum berlangsung optimal di tengah posisi pasokan gas yang berlebih atau oversupply pada tahun ini.
Chairman Indonesian Gas Society Aris Mulya Azof mengatakan, situasi itu mengakibatkan konsumsi gas domestik relatif stagnan ketika pasokan di hulu justru berlimpah belakangan ini.
“Saat ini, penambahan infrastruktur masih sangat minim kalau dilihat dalam program 2010-2017 penambahan sektor hilir ini sebesar 2.700 kilometer sedangkan open access 863 kilometer dan kepentingan sendiri 33 kilometer,” kata Aris saat Webinar Dunia Energi, Selasa (28/9/2022).
Menurut Aris, masalah geografis menjadi hambatan utama selain keekonomian proyek untuk pengembangan infrastruktur hilir gas domestik tersebut. Konsekuensinya, jaringan pipa yang menghubungkan kawasan barat dan timur Indonesia belum terealisasi hingga saat ini.
Berdasarkan catatan IGS, panjang infrastruktur pipa gas bumi hanya bertambah 3.321 kilometer (km) sepanjang 2010 sampai dengan 2017. Rencananya panjang infrastruktur pipa gas bumi itu diproyeksikan kembali bertambah sebesar 3.183 km mengacu pada Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional periode 2017 sampai 2031.
Pertumbuhan terbesar jaringan pipa terdapat pada pipa dedicated hilir sepanjang kurang lebih 2.700 km yang dibangun sebagian besar oleh Pertamina Group lewat pendanaan sendiri.
“Indonesia masih dalam tahap pengembangan dan ketersediaan infrastruktur belum merata, hanya masih terbatas di daerah tertentu dengan demand lebih tinggi dan dekat dengan titik supply,” kata dia.