Bisnis.com, JAKARTA - Wacana kenaikan harga gas industri diproyeksi mengerek harga bahan baku material khususnya di industri kaca lembaran dan pengaman sehingga dapat berdampak juga pada sektor properti.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus H. Gunawan mengatakan kenaikan harga gas industri pasti akan meningkatkan biaya produksi kaca lembaran serta produk olahannya, di antaranya kaca pengaman untuk bangunan hingga kaca cermin.
"Untuk kelangsungan industrinya, maka harga produk akan naik sehingga berpotensi besar menurunkan produksi perumahan. Namun masih akan terus diupayakan," kata Yustinus saat dihubungi Bisnis, Senin (19/9/2022).
Padahal, di awal tahun industri yang turut mendukung pembangunan properti ini menuai berkah dari kebijakan perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), khususnya pada produk kaca lembaran.
Mewakili industri pengguna gas bumi, dirinya juga meyakini pengusaha material pendukung seperti semen dan keramik pun menikmati insentif tersebut.
Apalagi, industri kaca lembaran nasional kapasitasnya terpasang sebanyak 1,35 juta ton per tahun. Di tahun 2021, produksinya tumbuh hingga 12,8 persen menjadi 1,24 juta ton.
Sementara itu, di tahun 2019 sebelum pandemi, produksinya mencapai 1,12 juta ton dengan utilitas 83 persen. Namun di tahun 2020, produksinya sempat menurun menjadi 1,10 juta ton dengan utilitas produksi turun 2 persen.
Menurutnya, harga gas bumi yang dipatok US$6 per MMBTU merupakan penopang industri tersebut di tahun 2020. Jika PPN DTP diperpanjang, Yustinus meyakini proyeksi pertumbuhan di tahun ini akan mencapai 5 persen.
Di sisi lain, Yustinus menerangkan dampak jika terjadi kenaikan harga gas bumi, maka akan menurunkan daya saing, utilisasi kapasitas produksi, dan sangat berpotensi menurunkan penyerapan tenaga kerja serta menyurutkan niat dan realisasi investasi.
"Singkatnya, kenaikan harga gas bumi menjadi momok, karena pernah terjadi pada tahun 2015 yang disebabkan penurunan kontribusi industri pengolahan," ujarnya.
Untuk itu, dia mendorong konsistensi dalam pelaksanaan Perpres. No. 121/2020 dengan Kepmen ESDM No 134.K/2021 tentang Harga Gas Bumi Tertentu US$6 MMBTU at plant gate yang terbukti meningkatkan kinerja industri pengolahan.
"Bahkan di tengah pandemi sekalipun, sehingga kebijakan ini sangat strategis untuk dilanjutkan guna menghadapi disrupsi ekonomi global," tegasnya.
Konsistensi kebijakan tersebut juga dapat mendukung kelangsungan industri pengolahan serta menjaga kepercayaan investor domestik dan asing terhadap konsistensi kebijakan Pemerintah.
"Kepastian harga energi ini sangat mendasar dan menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam industri," ungkapnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti (PSPI) Panangian Simanungkalit memperkirakan biaya produksi perumahan akan naik jika harga gas industri jadi dinaikkan. Pasalnya, harga material bangunan bakal naik.
"Sedikit banyak pasti akan menaikkan biaya pembangunan rumah, tetapi hal ini bukanlah sebuah masalah besar bagi pengembang. Pengembang lebih konsen pada sisi permintaan," kata Panangian, Senin (19/9/2022).
Menurutnya, sepanjang pertumbuhan ekonomi tahun ini dapat mencapai angka 5 persen, permintaan rumah non-subsidi akan meningkat sekitar 8-10 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Peningkatan inflasi dan suku bunga BI pun dinilai tidak akan menyurutkan daya minat beli pasar rumah non-subsidi jika kenaikan inflasi tahun ini kurang dari 5 persen.
Solusi terbaik untuk pengembang rumah komersial saat ini untuk melakukan penyesuaian guna mengejar efisiensi biaya pengembangan rumah yaitu dengan membuat desain yang memberi dampak positif pada penurunan biaya pembangunan rumah, atau gaya rumah compact.