Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi belanja pemerintah pada APBN 2022 tetap akan menumpuk pada penghujung tahun, meskipun saat ini perekonomian ada dalam kondisi penuh ketidakpastian atau resesi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa belanja pemerintah berperan penting dalam menjaga perekonomian dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah semestinya melakukan belanja yang cepat, efektif, dan optimal di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti ini.
"Dari sisi ini kita melihat bahwa APBN dengan Rp1.913 triliun menjadi tools untuk meng-absorb shock yang berasal dari ekonomi global untuk melindungi masyarakat dan perekonomian kita," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (21/10/2022).
Belanja pemerintah menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga perekonomian. Potensi penumpukan itu terlihat dari sejumlah indikator, baik belanja pemerintah pusat, belanja pemerintah daerah, hingga realisasi program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Realisasi belanja-belanja itu belum menyentuh tiga per empat dari pagunya.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga September 2022, belanja negara baru Rp1.913,9 triliun atau 61,9 persen terhadap pagu. Belanja kementerian/lembaga (K/L) senilai Rp674,4 triliun menjadi realisasi tertinggi (71,3 persen), sedangkan belanja non K/L hanya Rp686,8 triliun (50,7 persen).
Belanja K/L mencakup pembayaran gaji dan tunjangan pegawai, belanja barang, insentif tenaga kesehatan, beasiswa LPDP, serta belanja modal seperti peralatan kepolisian, rumah dinas, bendungan, dan jalur kereta api. Pemerintah perlu merealisasikan sisa 28,7 persen belanja K/L pada kuartal IV/2022.
Belanja non K/L terkait dengan berbagai kebutuhan, seperti pembayaran subsidi serta kompensasi bahan bakar minyak (BBM), liquid petroleum gas (LPG), listrik, dan pupuk. Anggaran subsidi dan kompensasi energi membengkak meskipun pemerintah sudah menaikkan harga BBM, baik yang bersubsidi maupun non subsidi.
Hingga 30 September 2022, transfer ke daerah tercatat baru Rp552,6 triliun atau 68,7 persen terhadap pagu. Artinya, pada tiga bulan terakhir perlu terdapat transfer 31,3 persen sisanya.
Lambatnya belanja daerah pun tercermin dari saldo pemerintah daerah (pemda) yang tersimpan di bank, yakni pada September 2022 mencapai Rp223,8 triliun. Angka itu menjadi yang tertinggi sepanjang 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa meskipun sudah pecah rekor, nilai saldo pemda di perbankan masih akan meningkat pada bulan-bulan mendatang dan baru akan berkurang drastis pada Desember 2022. Artinya, tren penumpukan belanja pada akhir tahun tidak berubah meskipun terdapat ancaman resesi global.
"Kalau kita lihat hingga akhir tahun, kita perkirakan kalau dari pola sebelumnya, bulan depan dan November masih mungkin akan tinggi dan baru akan terealisasi pada Desember. Ini salah satu pola belanja yang terkonsentrasi pada Desember 2022," ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, pemerintah pusat maupun daerah harus bisa mengakselerasi belanja agar dampak ke masyarakat dan ekonomi bisa lebih terasa. Namun, belanja yang menumpuk dalam waktu singkat seringkali mengorbankan kualitasnya.