Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan produksi siap jual atau lifting migas per 30 September 2022 masih di bawah target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.
Berdasarkan catatan SKK Migas, torehan lifting Migas hingga akhir September 2022 berada di angka 1.562 atau 89,8 persen dari target APBN tahun ini.
Perinciannya, lifting minyak berada di kisaran 610.100 BOPD dan salur gas menyentuh di angka 5.353 MMSCFD. Sementara produksi minyak stabil di angka 613.000 BOPD.
“Produksi minyak sampai September 2022, 613.000 BOPD dengan lifting 610.100 BOPD tentu saja kita akan lifting di waktu waktu berikutnya yang akan datang sementara salur gas sudah 92,3 persen sebanyak 5.353 MMSCFD,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Di sisi lain, SKK Migas melaporkan capaian cost recovery kegiatan hulu Migas pada triwulan ketiga tahun ini berada di angka US$4,93 miliar atau baru 57 persen dari target yang ditetapkan di angka US$8,65 miliar.
Sementara, setoran untuk bagian negara baru mencapai US$13,95 miliar atau 83 persen dari target APBN Perubahan 2022 yang dikerek menjadi US$16,7 miliar.
Baca Juga
Hanya saja, Dwi menggarisbawahi, torehan investasi pada sektor hulu Migas masih relatif seret kendati harga minyak mentah dunia tertahan tinggi hingga triwulan ketiga tahun ini. Adapun torehan investasi baru menyentuh di angka US$7,7 miliar atau 60 persen dari target yang ditetapkan US$13,2 miliar.
“Yang diinvestasikan pemain global dari keuntungan cash yang diperoleh ke hulu migas hanya 27 persen, lain-lainnya mereka pakai untuk mengurangi untuk, konsolidasi bisnis dan investasi lain seperti energi baru dan terbarukan sebagian dipakai bayar dividen,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen untuk membenahi syarat penawaran wilayah kerja minyak dan gas (Migas) baru kepada calon investor agar tetap menarik dibandingkan dengan negara kompetitor di kawasan Asia Tenggara.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan kondisi saat ini kurang menarik di dalam memberikan imbal hasil, reserve replacement ratio (RRR), dan kecepatan pengembalian modal bagi investor rendah.
Tutuka menuturkan kecepatan pengembalian modal di sejumlah lapangan yang terletak di Thailand dan Malaysia berada di angka 15 persen hingga 20 persen. Di sisi lain, kecepatan pengembalian modal di sektor hulu Migas Indonesia hanya berada di angka 10 hingga 11 persen.
Selain itu, Kementerian ESDM mengakui indeks kompetitif hulu Migas nasional masih terpaut jauh dari milik Malaysia, Thailand dan China. Dengan demikian, Tutuka menerangkan, kementeriannya berkomitmen untuk terus memperbaiki term and conditions penawaran wilayah kerja Migas di dalam negeri untuk menarik minat investor mengembangkan lapangan di Indonesia.
“Kita coba rombak sehingga kita bisa lebih menarik akhirnya kita tidak ada kata lagi membagi split itu 85:15 tetapi kita sudah turun ke 80, bahkan ada yang 50:50. Ini kita lakukan agar semakin menarik bagi investor,” kata dia.