Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah sebesar 13 persen berat untuk dipenuhi seiring kondisi ekonomi Indonesia yang masih sulit.
Ketua Ketenagakerjaan & Jaminan Sosial Apindo Anton J. Supit mengungkapkan, meski disebut ekonomi Indonesia sudah lebih baik, faktanya di sisi pemesanan produk dari luar negeri menurun. Pengusaha pun masih berjuang dalam mempertahankan jumlah pekerja secara utuh.
“Dalam kondisi global tidak menentu, order juga turun, ada tuntutan kenaikan. Padahal sebenarnya hak-hak mereka sudah dijamin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Supaya ada kepastian hukum apalagi dengan suasana ekonomi yang tidak menentu, sebaiknya kita harus taat dan mengikuti aturan yang berlaku,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (12/10/2022).
Adapun, hak pekerja atau buruh termasuk upah telah diatur dalam Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, selain itu dalam UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No.36/2021 pun menjadi acuan penetapan upah.
Pada dasarnya, lanjut Anton, penetapan upah minimum menjadi safety net atau jaring pengaman bagi para pekerja. Hanya saja apabila menginginkan lebih, menurutnya, lebih baik dibicarakan secara bipartite, bila pengusaha menyanggupi dapat dipenuhi tuntutan tersebut.
Pendapatan pekerja pun tidak terbatas hanya pada upah minimum, melainkan upah lembur atau pun upah negosiasi dan lainnya, yang mungkin sama dengan atau lebih besar dari upah minimum.
“Karena kembali lagi, ini masalah klasik, itu hanya mengatur yang minimum, tapi tetap bahwa ada upah minimum upah lembur, ada upah negosiasi, jadi jangan seakan-akan satu saja [upahnya],” lanjutnya.
Bagi Anton bersama para pengusaha, pihaknya membutuhkan ketegasan pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang maupun peraturan yang berlaku dalam memberikan pelindungan kepada pekerja.
“Kalau mereka menuntut itu hak mereka dalam menyampaikan pendapat, tetapi pemerintah harus ada ketegasan juga,” imbuhnya.
Sementara itu, menanggapi tuntutan kenaikan upah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz Wuhadji mengatakan, pembahasan penetapan upah minimum 2023 masih terus dikaji dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sepanjang 2022.
"Kami melakukan formulasi penetapan upah minimum. Adapun, bila terjadi kenaikan, itu akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi dari sisi inflasi atau pertumbuhan ekonomi," kata Adi kepada Bisnis, Rabu (12/10/2022).
Lebih lanjut, Adi menyampaikan, timnya telah mempertimbangkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam formulasi upah 2023, dengan mengambil rentang inflasi hingga November mendatang.
Pada 2021, formulasi upah minimum 2022 yang menggunakan Peraturan Pemerintah No.36/2022 mencatat ada kenaikan sebesar 1,09 persen dari tahun sebelumnya.
Baca Juga
Dengan demikian pada tahun ini besaran UMK terendah 2022 berada di Banjarnegara, Jawa Tengah, sebesar Rp1.819.835 per bulan. Sementara itu, Karawang menjadi wilayah dengan UMK tertinggi, yakni Rp4.798.312 per bulan. Nilai tersebut bahkan melebihi UMP DKI Jakarta, yakni Rp4.641.854 per bulan.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan, kenaikan harga BBM harus diiringi dengan kenaikan upah minimum para pekerja. Dia menyebut upah para buruh belum naik dalam 3 tahun terakhir.
“Naikkan upah 13 persen, dari mana hitungannya? Menurut Litbang kami prediksi inflasi 6,5 persen setelah kenaikan BBM, pertumbuhan ekonomi 4,9 persen, jadi total 11,5 persen. Tiga tahun [buruh] tidak naik upah karena omnibus law,” kata Said di Jakarta, Rabu (12/10/2022).