Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menahan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk periode 2022 dan 2023.
Mengacu pada World Economic Outlook yang dirilis Selasa (11/10/2022), IMF mempertahankan outlook pertumbuhan ekonomi global kemungkinan melambat menjadi 3,2 persen pada 2022. Proyeksi ini tidak berubah dari perkiraan IMF pada Juli 2022. Adapun, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022 awalnya 4,4 persen pada Januari 2022.
Sementara itu, IMF meramal outlook perekonomian global pada 2023 justru lebih suram dari tahun ini. Pertumbuhan ekonomi global tahun depan diprediksi hanya tumbuh 2,7 persen.
"Outlook tersebut menjadi profil pertumbuhan global terlemah sejak 2001, kecuali krisis keuangan global dan puncak fase pandemi Covid-19, yang mencerminkan perlambatan signifikan untuk ekonomi terbesar di dunia," tulis IMF dalam World Economic Outlook (WEO) 2022 yang dikutip, Selasa (11/10/2022).
IMF mengingatkan bahwa perekonomian global mengalami sejumlah tantangan pada tahun ini dan tahun depan. Mulai dari inflasi lebih tinggi dari yang terlihat di beberapa dekade, ketatnya kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, perang Rusia ke Ukraina, dan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Lebih lanjut, para pembuat kebijakan melakukan normalisasi moneter dan fiskal yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama pandemi Covid-19. Tujuannya, kata IMF, untuk menurunkan permintaan serta menjinakkan lonjakan inflasi agar kembali ke sasaran.
Baca Juga
Sayangnya, sebagian ekonomi dengan porsi yang cukup besar justru mengalami perlambatan pertumbuhan bahkan kontraksi. IMF mengingatkan masa depan ekonomi global bertumpu pada keberhasilan kalibrasi kebijakan moneter, situasi perang di Ukraina, dan kemungkinan gangguan dari sisi penawaran terkait pandemi Covid-19 yang lebih lanjut, termasuk di China.
IMF memaparkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat mengalami kontraksi pada semester I/2022, pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa juga terkontraksi pada kuartal II/2022. Selain itu, China masih terbelenggu kebijakan zero covid policy dan krisis di sektor properti.
"Imbasnya, sepertiga ekonomi dunia menghadapi pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut," ujar IMF.
IMF memprediksi inflasi global akan meningkat dari 4,7 persen pada 2021 menjadi 8,8 persen pada tahun 2022. Meski demikian, tekanan inflasi akan turun menjadi 6,5 persen pada 2023 dan menuju 4,1 persen pada 2024.
Kejutan inflasi terbalik telah paling luas di antara negara-negara maju, dengan variabilitas yang lebih besar di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.
IMF mengungakpakn risiko terhadap prospek tetap luar biasa besar dan untuk sisi negatifnya. Pasalnya, pembuat kebijakan moneter bisa salah menghitung sikap yang tepat untuk menekan inflasi. Jalur kebijakan di sumber ekonomi terbesar dapat terus menyimpang, memimpin untuk melanjutkan apresiasi dolar AS dan lintas batas ketegangan.
"Lonjakan harga energi dan harga pangan mungkin menyebabkan inflasi bertahan lebih lama," kata IMF.