Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund atau IMF memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sebesar 5,1% pada 2029. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 diperkirakan tetap 5,0% atau stagnan dari tahun lalu.
Hal itu tercantum dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2024 yang diterbitkan IMF atau Dana Moneter Internasional pada hari ini, Selasa (22/10/2024). Laporan itu berjudul "Policy Pivot, Rising Threats" yang berarti Pergeseran Kebijakan, Meningkatnya Ancaman.
Dalam laporan tersebut, IMF memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan mencapai 5,0%. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap berada di tren 5%.
Sayangnya, perkiraan IMF ke depan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan. Misalnya, pada 2025 laju ekonomi diperkirakan hanya mencapai 5,1%.
Bahkan, IMF memproyeksikan bahwa pada 2029 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap di 5,1%.
Seperti diketahui, 2029 merupakan akhir masa jabatan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan wakil presidennya, Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga
Padahal, Prabowo bercita-cita untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%. Proyeksi IMF itu seolah menunjukkan bahwa ambisi Prabowo masih cenderung sulit tercapai.
Adapun, indikator lainnya yang diproyeksikan oleh IMF adalah inflasi Indonesia akan stabil di 2,3% pada 2024. Lalu, neraca transaksi berjalan 2024 diperkirakan -1,0%, dan tingkat pengangguran pada 2024 sebesar 5,2%.
Secara umum, laporan World Economic Outlook Oktober 2024 menggambarkan bahwa perjuangan global melawan Inflasi sebagian besar berhasil dimenangkan. Tingkat inflasi secara global diperkirakan mencapai 3,5% pada akhir 2025, di bawah tingkat rata-rata 2000—2019 sebesar 3,6%.
Lalu, meskipun terjadi pengetatan kebijakan moneter yang tajam di banyak belahan dunia, kondisi ekonomi global tetap tangguh sehingga terhindar dari resesi.
"Pertumbuhan ekonomi [global] diproyeksikan tetap stabil di 3,2% pada 2024 dan 2025, meskipun beberapa negara, terutama negara berkembang berpendapatan rendah, telah mengalami revisi pertumbuhan yang cukup besar, yang sering kali disebabkan oleh eskalasi konflik," dikutip dari laporan IMF.