Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha di sektor ritel modern mewaspadai tekanan akibat kenaikan laju inflasi. Sebab, inflasi akan sangat berpengaruh terhadap laju produktivitas ritel.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan bahwa inflasi akan terus menjadi ancaman bagi pengusaha di sektor ritel modern. Apalagi, kata dia, rupiah pun sedang melemah saat ini sehingga akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri ritel modern.
“Kalau bicara inflasi musuhnya ritel. Kenapa? Karena ada pengurangan daya beli. Nilai tukar rupiah kita turun. Jika orang membeli dapat 2 barang, sekarang 1 barang dan itu akan mengurangi produktivitas ritel,” ujar Roy, Minggu (9/10/2022).
Roy menyatakan bahwa para peritel saat ini sedang berkonsentrasi untuk menjaga arus kas atau cashflow. Hal tersebut, menurut Roy menjadi salah satu sumber agar pengusaha sektor ritel modern bisa ekspansi ke depannya.
“Tanpa cashflow jangan mimpi profit. Kemudian ekspansi karena satu-satunya pertumbuhan dalam ritel adalah expansion,” ujar dia.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi bulan September melonjak 1,17 persen secara bulanan. Inflasi bulan September ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014. Sedangkan inflasi tahunan Indonesia mencapai 5,95 persen.
Baca Juga
Meski begitu, Roy menuturkan Indonesia masih patut bersyukur lantaran inflasi negara-negara lainnya teramat tinggi. Misalnya Argentina sudah mencapai 73 persen, Turki 70 persen dan Sri Lanka mengalami resesi.
Oleh karena itu, dunia saat ini sedang waspada dalam mengeluarkan uang. Roy mengaku, tetap yakin dengan upaya pemerintah dalam menjaga inflasi meski menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) awal September lalu.
“Bank Indonesia bilang, apapun yang dikeluarkan baik fiskal maupun moneter semuanya bertujuan menjaga inflasi, menjaga daya beli. Maka, kita pelaku usaha kami yakin. Jika tidak gundah gulana. Tapi di dunia spending cukup tertahan, karena inflasi. Argentina sudah 73 persen, Turki 70 persen. Indonesia dengan angka 5 persenan mestinya bisa menjadi lebih baik,” ungkap Roy.