Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) berpandangan bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan berlangsung lama terhadap konsumsi masyarakat atau paling lama 1-2 bulan.
Ketua APPBI Alphonzus Widjaya mengatakan dampak kenaikan BBM hanya menyasar pada 60 persen masyarakat kelas menengah bawah, sedangkan kelas menengah (35 persen) dan atas (5 persen) tidak terdampak.
Dia membeberkan bahwa dalam 1-2 bulan tersebut, penurunan kunjungan terhadap pusat perbelanjaan/mal paling besar 30 persen.
“Memang cukup besar tapi dampak masing-masing penjualannya 30 persen saja, itu pun tidak akan lama 1-2 bulan. Pemerintah mengurangi Rp100 triliun subsidi. Tapi sebagian subsidi dikembalikan lagi ke masyarakat [bantuan sosial/bansos],” ujar Alphonzus dalam diskusi virtual, Rabu (28/9/2022).
Dia menambahkan, kenaikan BBM pun tidak akan dirasakan langsung oleh pengelola mal. Pasalnya, ujar dia, sejak 2015 pengelola mal tidak menggunakan bahan bakar bersubsidi.
“Di masyarakat ada biaya-biaya yang harus ditambah, ini mempengaruhi daya beli. kami memperkirakan dampak ini tidak terlalu lama dan signifikan. Karena pemerinah sudah mengantisipasi dengan bansos, subsidi gaji, yang dimaksudkan menopang kelas menengah bawah,” ujarnya.
Adapun tantangan ke depan agar terus bertahan, Alphonzus mengungkapkan jika pengelola mal sudah terbiasa selama 3 tahun menghadapi krisis sejak pandemi Covid-19. Menurut dia, dengan penanganan pandemi yang jauh lebih baik, berdampak positif terhadap kunjungan pusat perbelanjaan.
Saat ini, kata dia, dengan jam operasi sampai 12 jam, tingkat kunjungan mal sudah banyak yang 100 persen. Dari rata-rata pun di Jabodetabek, tingkat kunjungan sudah hampir 90 persen.
“Dampaknya 2-3 bulan ke depan ada pengurangan tingkat penjualan [akibat kenaikan BBM]. [Tapi] di Q4 kondisi jauh lebih stabil. Sudah masuk Natal dan tahun baru dan sudah menjelang akhir November tingkat penjualan sudah mulai naik, kunjungan bertambah. Ini yang akan cukup menolong juga. Saya kira dampaknya ada di Oktober, November dan setelahnya ada kestabilan,” ucapnya.
Meski begitu, menurut Alphonzus ada tantangan lain setelah Covid-19 yang mengancam pertumbuhan tersebut.
“Tetapi emang fokus ini terpecah, sebelumnya cuma Covid, tapi sekarang tuntutan lebih terhadap ketidakpastian global. Terutama kenaikan energi seperti minyak, listrik naik dsb. Jadi perhatian lebih, pandemic sudah tertangani. Tapi akibat ketidakpastian global ini harus kemudian ditangani,” jelas Alphonzus.