Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai bahwa gejolak ekonomi hingga resesi yang terjadi di Inggris akan menimbulkan sentimen negatif terhadap ekonomi global.
Secara khusus, Sri Mulyani menyebut bahwa apa yang terjadi di Inggris merupakan efek yang muncul dari kebijakan negaranya. Namun, momentum yang ada membuat kondisi Inggris dapat turut memengaruhi sentimen perekonomian global.
"Itu bisa memengaruhi sentimen karena terjadinya berurutan dengan pada saat Federal Reserve [The Fed] di Amerika Serikat menaikkan [suku bunga] 75 basis poin, jadi itu menimbulkan dua sentimen yang men-drive selama seminggu ini," ujar Sri Mulyani saat diwawancara usai paparannya di UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/8/2022).
Meskipun begitu, Sri Mulyani meyakini bahwa gejolak di Inggris tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Dia pun meyakini langkah konsolidasi fiskal akan tetap berjalan sehingga bisa menjaga keuangan negara.
Optimisme Menkeu muncul dari tingginya capaian penerimaan negara sepanjang tahun berjalan, sehingga defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tetap sesuai target.
Baca Juga
Menurutnya, peran keuangan negara sangat krusial dalam meredam dampak dari gonjang-ganjing ekonomi global.
Selain itu, tingginya porsi portofolio surat utang dalam negeri membuat Indonesia relatif terjaga dari risiko gejolak valas.
Apalagi, kinerja nilai tukar rupiah relatif terjaga baik dibandingkan dengan pelemahan yang terjadi di negara-negara lain.
"Ini menempatkan kita dalam posisi yang tidak terlalu vulnerable terhadap gejolak yang tadi akibat berbagai sentimen," ujar Sri Mulyani.
Dilansir dari Bloomberg, Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng memberlakukan paket pemotongan pajak.
Setelah itu, Bank of England pada Rabu (28/9/2022) menyatakan akan menjanjikan pembelian obligasi jangka panjang tanpa batas.
Kedua kebijakan itu menimbulkan gejolak perekonomian di Inggris dan memperparah kondisi resesi yang sudah terjadi. Bahkan, ditemukan banyak warga Inggris yang kelaparan saat ini.