Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Peringatkan Resesi dan Krisis Keuangan Global, Indonesia Aman?

Risiko perekonomian saat ini mulai bergeser dari pandemi Covid-19 menjadi gejolak ekonomi global yang bisa menimbulkan resesi dan krisis keuangan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara di Kompleks Parlemen, Rabu (31/8/2022)./Bisnis-Ni Luh Anggela
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara di Kompleks Parlemen, Rabu (31/8/2022)./Bisnis-Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa risiko perekonomian saat ini mulai bergeser, dari pandemi Covid-19 menjadi risiko dari gejolak ekonomi global. Apalagi, Bank Dunia (World Bank) sudah mengingatkan soal resesi dan krisis keuangan global yang bisa terjadi pada 2023. 

Menurutnya, risiko dari peralihan pandemi Covid-19 menuju endemi adalah meningkatnya harga barang akibat dari disrupsi rantai pasok global atau global supply chain

Kondisi ini diperparah dengan adanya perang Rusia vs Ukraina, yang mendorong peningkatan harga lebih cepat, terutama pada komoditas energi dan pangan.

“Fluktuasi ini menciptakan ketidakpastian, sementara kita harus meneruskan pemulihan di tengah situasi ketidakpastian ini,” katanya, Rabu (21/9/2022).

Belum lama ini, Bank Dunia atau World Bank mengingatkan bahwa terdapat risiko terjadinya resesi global dan krisis keuangan di negara berkembang pada 2023.

Salah satu indikatornya, yaitu kondisi ekonomi Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa sebagai kekuatan ekonomi terbesar, yang melambat secara signifikan.

Resesi ekonomi tersebut dipicu oleh pengetatan kebijakan suku bunga oleh bank sentral secara serentak di dunia, sebagai respons terhadap tingginya inflasi.

Bank Dunia menilai kebijakan yang sinkron di banyak negara justru dapat memperparah dan memperketat kondisi keuangan, bahkan mempertajam perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Lantas, bagaimana dengan posisi Indonesia? Suahasil mengatakan kondisi perekonomian Indonesia, termasuk di sektor keuangan, saat ini relatif baik jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

Hal ini tercermin dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat, serta tingkat depresiasi nilai tukar rupiah yang relatif lebih rendah dibandingkan negara lain. Di samping itu, kenaikan tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) juga relatif terkendali.

“Modal kita untuk pertumbuhan ekonomi juga cukup baik, pertumbuhan pada kuartal II/2022 impresif di angka 5,44 persen secara tahunan dan ini kita harapkan menjadi motor pemulihan ekonomi ke depan,” katanya.

DIa menambahkan pemerintah bersama dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yaitu Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan, juga bersama dengan DPR RI akan terus memonitor perkembangan yang terjadi dan merumuskan kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas keuangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper