Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa pemda dapat mengalokasikan lebih dari 2 persen dana transfer umum (DTU) untuk bantuan sosial (bansos) dalam rangka penanganan inflasi.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo memang mengarahkan pemda agar menyalurkan bantuan sosial (bansos) untuk menekan inflasi. Pemda mengalokasikan 2 persen dana transfer umum, yang terdiri dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH).
Meskipun begitu, menurut Prima, 2 persen sebenarnya merupakan batas minimum alokasi bagi pemda. Artinya, pemda bisa menyalurkan bansos lebih tinggi jika memiliki ruang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Alokasi 2 persen kan sebetulnya batas bawah, jadi kalau ada daerah yang mengalokasikan lebih, itu justru yang diharapkan," ujar Prima dalam media briefing pada Selasa (20/9/2022).
Menurutnya, pemda dapat menggunakan dua pos dalam APBD, yakni pos anggaran bansos dan belanja tidak terduga. Penggunaan dua pos anggaran itu memungkinkan alokasi bansos dalam rangka penanganan inflasi bisa melebihi 2 persen seperti yang Jokowi minta.
Prima pun menyebut bahwa Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan surat edaran agar pemda tidak lagi ragu dalam menjalankan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022. Pemda mengantongi landasan kuat untuk menggunakan pos anggaran bansos dan belanja tidak terduga untuk penanganan inflasi.
"[Anggaran itu] bisa untuk mendukung pergerakan ekonomi, bagaimana untuk inflasi di daerah bisa di-handle dengan baik," ujar Prima.
Selain bansos melalui pemda, penanganan inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pun dilakukan dengan penyaluran bantuan langsung tunai atau BLT BBM bagi masyarakat miskin dan bantuan subsidi upah (BSU) bagi para pekerja, masing-masing senilai Rp600.000.