Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Logam Tanah Jarang Mandek, Asosiasi Pertambangan Minta Ini

Indonesia Mining Association (IMA) meminta adanya penugasan kepada MIND ID untuk menggarap industri logam tanah jarang.
Kegiatan operasional pertambangan anggota MIND ID./mind.id
Kegiatan operasional pertambangan anggota MIND ID./mind.id

Bisnis.com, JAKARTA —  Indonesia Mining Association (IMA) meminta pemerintah untuk memberi penugasan khusus kepada BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk mengembangkan industri logam tanah jarang seiring dengan komitmen penghentian ekspor timah akhir tahun ini.

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menilai pengembangan logam tanah jarang yang selama ini menjadi inisiatif emiten grup tambang BUMN, PT Timah Tbk. (TINS) belakangan mandek lantaran biaya serta kebutuhan teknologi yang tinggi.

“Itu sulit dan mahal, pemerintah seharusnya memberikan penugasan karena PT Timah sendiri tidak kuat untuk membayar itu, tugaskanlah holdingnya kalau rugi kan tidak dihukum,” kata Djoko saat dihubungi, Jumat (16/9/2022).

Langkah itu perlu diambil, kata Djoko, untuk mempercepat proses pengembangan industri ikutan logam mineral tersebut.

Berdasarkan catatan IMA, logam tanah masih tertumpuk di sejumlah bekas pencucian timah seperti di kawasan Muntok, Pemali, Trubus Kulur Koba, Deniang Sungailiat hingga Kundur.

“Hasil bor dormer pada wilayah prospek monasit laboratorium te dari dua persen sampai dengan 36 persen, di pusat pencucian bijih timah 6,5 persen,” kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun pembentukan badan penghimpun logam tanah jarang atau rare earth di tengah rencana pemerintah untuk mulai menghentikan ekspor timah pada akhir tahun ini.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Ing Tri Winarno mengatakan pembentukan badan penghimpun logam tanah jarang itu diharapkan dapat menunjang keekonomian pengembangan industri ikutan logam mineral itu yang belum mampu memasok kebutuhan industri hilir yang besar.

“Pemerintah sedang menyusun Kepmen ESDM tentang tata kelola logam tanah jarang misalnya monasit yang merupakan bahan baku logam tanah jarang,” kata Tri saat Webinar Hilirisasi Mineral Kementerian ESDM, Kamis (15/9/2022).

Tri menuturkan pasokan logam tanah jarang yang masih minim membuat keekonomian pengembangan produk ikutan logam mineral relatif sulit dikerjakan. Dia menargetkan badan penghimpun itu dapat memastikan pasokan yang berkelanjutan rare earth untuk industri hilir dalam negeri.

“Akan dibentuk suatu badan pengumpul yang akan menampung monasit yang berasal dari smelter-smelter swasta lainnya, kira kira seperti itu,” kata dia.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi berencana untuk menyetop ekspor timah dan bauksit pada akhir tahun ini. Dia menuturkan, hal itu dilakukan untuk mendorong percepatan transformasi ekonomi menuju ekonomi yang memiliki nilai tambah.

"Setelah nikel ini, meskipun belum rampung di WTO, akan kita setop lagi, tahun ini mungkin timah atau bauksit setop," kata Jokowi dalam acara Silaturahmi di PPAD, Sentul, Jawa Barat, dikutip dari Youtube Setpres, Jumat (5/8/2022).

Jokowi mengatakan dirinya akan memerintahkan BUMN untuk mengolah timah dan bauksit menjadi produk yang bernilai tinggi. BUMN nantinya dapat bekerja sama dengan swasta.

Kajian Kementerian ESDM pada 2017 menunjukkan adanya potensi pengembangan industri logam tanah jarang yang besar menyusul kebijakan intensifikasi hilirisasi tambang domestik.

Sebagai gambaran, timah dan logam tanah jarang memiliki hubungan yang cukup erat. Logam tanah jarang diperoleh dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit. Jenis ini paling memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sejumlah produk.

Selain itu, logam tanah jarang juga dapat dimanfaatkan untuk industri kesehatan, seperti teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Lainnya adalah pembangkit listrik, penyimpanan listrik, dan pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai.

Kajian potensi mineral pertambangan timah yang dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 itu menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar.

Di Sumatra terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang. Kemudian di Pulau Bangka Belitung sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang.

Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Kemudian Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper