Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memproyeksikan nominal produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan mencapai Rp21.037,9 triliun pada 2023, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp20.988,6 triliun.
Proyeksi nominal pada 2023 pun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan nominal PDB tahun ini sekitar Rp18.000 triliun.
Sejalan dengan itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,3 persen dan tingkat inflasi sebesar 3,6 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa proyeksi PDB nominal pada 2023 tersebut melonjak signifikan jika dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan PDB nominal pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2022, dengan asumsi nominal PDB mencapai Rp18.000, maka pertumbuhan hanya sebesar 6 persen dari realisasi pertumbuhan PDB nominal pada 2021 yang tercatat sebesar Rp16.970 triliun.
Bahkan, data PDB nominal sejak 2018 pun belum pernah menyentuh pertumbuhan dua digit.
Menurut Yusuf, memang basis dasar perhitungan PDB nominal menjadi lebih rendah akibat pandemi Covid-19. Namun, untuk mencapai pertumbuhan dua digit, diperlukan upaya yang lebih besar.
“Artinya cara yang digunakan pemerintah tentu tidak boleh seperti cara-cara yang digunakan sebelumnya, harus ada terobosan. Misalnya kalau berbicara konsumsi rumah tangga, tentu kita tidak bisa berharap pertumbuhan konsumsi rumah tangga melonjak jika sumber pendapatan mereka tidak mengalami peningkatan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (13/9/2022).
Pada konsumsi rumah tangga, yusuf berpendapat perlu ada terobosan, yaitu dengan mendorong upah pekerja, salah satunya dengan adanya peningkatan skill dari masing-masing pekerja.
Di samping itu, pekerja di sektor informal perlu didorong untuk masuk ke sektor formal yang secara umum upahnya relatif lebih baik, guna mendorong konsumsi rumah tangga.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan upah dan lapangan pekerjaan, diperlukan juga peningkatan dari sisi investasi.
“Saat ini kita melihat pertumbuhan investasi masih berada di bawah level potensialnya apalagi kalau kita merujuk ke hambatan dari investasi yang bisa dilakukan," imbihnya
Menurutnya, beberapa tahun lalu pemerintah masih menemukan investasi yang mangkrak atau belum berjalan karena perizinan yang belum keluar, kemudian infrastruktur yang belum lengkap dan sebagainya.
Dia menilai hal tersebut diperhatikan dan perlu diselesaikan oleh pemerintah dalam jangka waktu 1 tahun untuk mengejar target pdb nominal pada 2023.
Dia menambahkan belanja pemerintah juga menjadi krusial dalam upaya mendorong konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, pemerintah harus melakukan konsolidasi fiskal.
“Artinya keleluasaan pemerintah dalam mendorong belanja, untuk misalnya program bantuan sosial atau BLT tidak seluasa dibandingkan dengan tahun ini ataupun 2 tahun lalu saat pandemi,” katanya.
Sebagai gambaran, PDB nominal merupakan PDB yang mencerminkan kondisi harga saat ini, yaitu mencerminkan kenaikan ataupun distribusi inflasi ke dalam proses penghitungannya.
Sementara itu, dasar yang digunakan Badan Pusat Statistik untuk menghitung pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggunakan PDB atas dasar harga konstan atau sering dikenal dengan nama PDB riil.