Bisnis, JAKARTA — Amerika Serikat kembali memanaskan ketegangan geopolitik dengan negeri beruang merah melalui rancangan pedoman kepatuhan sebagai langkah pembatasan harga atau price cap minyak dari Rusia.
Berita tentang kebijakan AS yang perpotensi makin menyulut tensi geopolitik ini menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Minggu (11/9/2022):
Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) memberlakukan pembatasan pada perusahaan swasta dengan mewajibkan bukti bahwa minyak Rusia dijual pada atau di bawah harga yang ditetapkan oleh AS.
Panduan ini ditujukan untuk perusahaan asuransi dan keuangan yang memfasilitasi perdagangan minyak internasional.
Pembatasan akan mulai berlaku pada 5 Desember 2022 untuk minyak mentah dan 5 Februari 2023 untuk produk minyak bumi. Ini sejalan dengan penerapan larangan Uni Eropa (UE) atas layanan yang terkait dengan minyak dan produk olahan yang diangkut melalui laut.
Berdasarkan pernyataan OFAC, kebijakan tersebut akan mewajibkan pencatatan dan proses pengesahan yang memungkinkan para pelaku dalam rantai pasokan minyak laut Rusia untuk membuktikan atau mengonfirmasi bahwa minyak dibeli pada atau di bawah batas harga.
Charles, pewaris tahta terlama, akhirnya menduduki singgasana raja di umur 73 tahun setelah mangkatnya Ratu Elizabeth II di usia 96 tahun.
Terompet telah dikumandangkan dari balkon Friary Court di Istana St. James, London, sebuah deklarasi bahwa Charles menjadi raja baru bagi Britania Raya. Lagu kebangsaan resmi akan berubah menjadi God Save the King, tak lagi 'the Queen'.
Dia juga telah selesai menyampaikan deklarasi kepada Dewan Aksesi, sebuah badan penasihat kuno yang berasal dari zaman Penaklukan Norman. Saat deklarasinya, sang Raja bersumpah untuk mengikuti contoh yang menginspirasi dari ibunya.
Raja Charles menandatangani proklamasi disaksikan oleh Pangeran William dan Permaisuri Camellia di Istana St. James pada Sabtu (10/9/2022) (PA)
Para pengembang rumah subsidi tengah berada dalam kondisi yang kian terjepit. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang telah seminggu diberlakukan oleh pemerintah membuat pengembang pusing tujuh keliling.
Pasalnya, tak dipungkiri, naiknya harga BBM mengerek harga bahan bangunan yang tentunya juga akan menambah biaya konstruksi pembangunan rumah. Naiknya BBM juga turut serta berdampak pada kenaikan upah para pekerja konstruksi bangunan.
Namun, sayangnya, kenaikan biaya konstruksi ini tak dapat dikompensasi dengan langsung menaikkan harga rumah subsidi. Pasalnya, harga rumah subsidi selama ini diatur oleh pemerintah karena ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik turut serta mengerek harga bahan baku material bangunan yang juga akan berdampak pada naiknya biaya infrastruktur. Kenaikan biaya infrastruktur ini pada akhirnya berdampak pada penyelesaian proyek tersebut terutama untuk proyek strategis nasional.
Ketika biaya infrastruktur naik, maka dilakukan optimasi atau tinjauan kembali kontrak, terutama untuk kontrak yang sudah berjalan untuk diubah kembali kontrak tersebut. Namun demikian, bila tak dilakukan perubahan pada kontrak berjalan, maka harus disiasati proyek infrastruktur berjalan tersebut dapat selesai tepat waktu dengan kualitas yang terjamin.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjamin tak akan terjadi downgrade atau penurunan kualitas Proyek Strategis Nasional (PSN) seiring naiknya harga bahan material. Kenaikan harga bahan material ini merupakan dampak dari naiknya harga BBM.
Masih banyaknya masyarakat yang belum punya hunian membuat prospek rumah tapak masih diminati meski pandemi Covid-19 belum usai. Tentunya, pandemi yang terjadi selama lebih dua tahun ini berdampak pada tingginya minat pembelian hunian karena semua kegiatan kala itu dilakukan di rumah.
Dalam laporan Lamudi.co.id, awal tahun 2022 menunjukkan bahwa meningkatnya pencarian properti online mengindikasikan bahwa sektor properti telah berada dalam tahap pemulihan. Tentunya pemulihan ini juga didorong oleh insentif pemerintah yang ditujukan pada calon pembeli properti untuk meningkatkan aksesibilitas pendanaan.
Dalam periode Agustus 2021 hingga Mei 2022, pemerintah telah mengeluarkan dua insentif yakni skema DP 0 persen dan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang berlaku hingga Juli 2022. Dua insentif ini telah mendorong minat pembelian properti rerata hingga 6,3 persen dalam periode 10 bulan berlakunya insentif tersebut.