Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal dilema penyaluran subsidi bahan bakar minyak atau BBM di tengah tingginya harga minyak global dan tingkat konsumsi domestik yang melebihi asumsi. Kenaikan harga BBM sudah menjadi pembahasan pemerintah dalam mengantisipasi kondisi yang ada.
Isu kenaikan harga BBM terus bergulir di lingkup pejabat pemerintahan, mulai dari yang terucap oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Terbaru, Sri Mulyani turut memberikan komentar.
Ani, panggilan akbar Sri Mulyani, menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan mendapatkan penugasan langsung dari Presiden Joko Widodo untuk menghitung kebutuhan anggaran untuk subsidi energi, terutama BBM. Pasalnya, harga minyak global yang meroket belum kunjung turun, sehingga terdapat subsidi agar harga jual kepada masyarakat tak berubah.
Sri Mulyani pun memberikan penjelasan mengenai kondisi terkini, mulai dari kecukupan anggaran subsidi BBM hingga sudah adanya pembahasan kenaikan harga BBM oleh pemerintah sebagai langkah antisipasi. Berikut lima penyataan Sri Mulyani terkait BBM yang dirangkum Bisnis:
1. Konsumsi BBM Melonjak Melebihi Asumsi
Sri Mulyani menyatakan bahwa ketika menambah anggaran subsidi energi menjadi Rp502 triliun, pihaknya mengasumsikan konsumsi BBM akan mencapai 23 juta kiloliter. Namun, berdasarkan kalkulasi PT Pertamina (Persero), konsumsinya berpotensi melampaui asumsi awal tersebut.
"Sudah disampaikan oleh Menteri ESDM dan Komisi VII DPR bahwa berdasarkan proyeksi konsumsi yang sekarang sudah terjadi, sampai dengan Juli 2022, kalau tren ini sama sampai akhir tahun akan mencapai 29 juta kiloliter," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat atau Banggar DPR, Selasa (23/8/2022).
Baca Juga
Tanpa adanya pengendalian konsumsi atau kebijakan lain, tingkat konsumsi BBM akan naik hampir 25 persen dari asumsi awal, menjadi 29 juta kiloliter. Meningkatnya konsumsi BBM secara otomatis akan menambah kebutuhan anggaran subsidi.
2. Anggaran Subsidi BBM Rp502 Triliun akan Jebol
Selain tingkat konsumsi BBM yang melonjak, asumsi lainnya dalam penentuan anggaran subsidi ternyata tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Pemerintah menetapkan asumsi harga minyak di US$100 per barrel, sedangkan minyak bergerak di kisaran US$104,9 per barrel, lalu asumsi nilai tukar di 14.450 pun tidak sesuai dengan saat ini yang bergerak di kisaran 14.750.
Melesetnya berbagai asumsi itu membuat harga produksi BBM menjadi sangat tinggi. Tidak berubahnya harga jual membuat selisihnya semakin lebar dengan harga semestinya, sehingga selisih itu harus diisi oleh subsidi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Jadi semenjak Juli 2022, waktu kita laporan semester sampai sekarang Agustus, hanya satu bulan sesudah laporan semester I, ya kami melaporkan ke presiden, bapak, ini situasinya Rp502 triliun ini pasti akan terlewati," ujar Sri Mulyani.
3. Perlu Tambahan Subsidi Rp189 Triliun
Menurut Sri Mulyani, jika harga minyak, tingkat konsumsi, dan nilai tukar yang ada saat ini terus berlanjut hingga akhir tahun, kebutuhan anggaran subsidi akan melonjak drastis. Dia memperkirakan total anggaran subsidi dapat mencapai Rp700 triliun jika tidak terdapat langkah penanganan.
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun, di atas Rp502 triliun. Nambah, kalau kita tidak menaikkan [harga] BBM. Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup," ujar Sri Mulyani.
Sebagai gambaran, anggaran Rp700 triliun setara dengan 55 persen penerimaan pajak pada 2021 senilai Rp1.277,5 triliun, sehingga jika subsidi melonjak maka 55 persen penerimaan hanya digunakan untuk pembayaran subsidi BBM. Lalu, anggaran Rp700 triliun pun setara dengan 1,5 kali total biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota negara (IKN), yakni Rp466 triliun.
4. Tambahan Anggaran Subsidi Belum Termasuk LPG dan Listrik
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa perhitungan tambahan anggaran Rp189 triliun untuk subsidi itu belum mencakup subsidi liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram dan listrik. Jika harga kedua komoditas energi itu juga naik, maka terdapat potensi pembengkakan kebutuhan anggaran subsidi energi.
"[Penambahan] bisa mencapai Rp189 triliun. Itu untuk subsidi tadi solar dan pertalite saja, saya belum menghitung [untuk] LPG," kata Sri Mulyani.
5. Pemerintah Pertimbangkan Naikkan Harga BBM
Menurut Sri Mulyani, pemerintah dihadapkan pada tiga opsi terkait kondisi saat ini. Pertama adalah menaikkan subsidi hingga mendekati Rp700 triliun, seperti perhitungannya—yang akan membebani kondisi fiskal.
Kedua, mengendalikan volume konsumsi BBM, terutama pertalite dan solar. Sri Mulyani menyebut bahwa dalam opsi ini, akan terdapat ketentuan siapa yang bisa dan tidak bisa membeli BBM bersubsidi, juga terdapat pembatasan berapa banyak pembelian BBM bersubsidi oleh setiap orangnya.
"Ketiga, naikkan [harga] BBM-nya," kata Sri Mulyani.