Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan menilai bahwa terdapat ruang untuk mengurangi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022 dari proyeksi terbaru, yakni 3,92 persen.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa sejak 2020 pemerintah meningkatkan defisit APBN agar dapat memaksimalkan belanja untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Defisit itu harus terus ditekan karena pada 2023 harus bisa berada di bawah 3 persen.
Febrio menjelaskan bahwa awalnya pemerintah menargetkan defisit APBN 4,85 persen pada tahun ini, tetapi kemudian turun menjadi 4,5 persen berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022. Angkanya turun dari asumsi awal APBN 2021 dengan defisit 5,7 persen—yang realisasinya berhasil mencapai defisit 4,57 persen.
Perkembangan ekonomi terkini ternyata membuat pemerintah percaya diri, sehingga outlook defisit APBN 2022 turun menjadi 3,92 persen. Namun, Ferbio ternyata meyakini bahwa defisit masih bisa lebih rendah dari outlook terbaru itu.
"Defisit ini bisa lebih rendah lagi [dari target awal APBN 2022], di 3,92 persen. Ada ruang untuk menjaga ini lebih rendah lagi sampai ke akhir 2022," ujar Febrio dalam taklimat media BKF, Senin (8/8/2022).
Optimisme itu muncul di antaranya dari proyeksi pendapatan negara yang bisa melebihi target awal, yakni menjadi Rp2.266,2 triliun atau naik 22,76 persen dari target awal APBN. Target penerimaan perpajakan tercatat menjadi Rp1.784 triliun atau naik 18,1 persen, lalu target cukai menjadi Rp220 triliun atau melompat 7 perse.
Baca Juga
Naiknya penerimaan juga berimplikasi terhadap bertambahnya belanja negara. Namun, menurut Febrio, pihaknya akan menjaga pengeluaran agar lebih efektif dan efisien, terutama dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Menjaga penerimaan negara tetap tumbuh kuat, belanja seefisien mungkin. Defisit akhir tahun kami arahkan cukup kuat ke 3,92 persen atau lebih rendah lagi," katanya.