Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Amerika Resesi & Terancam Stagflasi, Ini Risikonya ke Ekonomi RI

Amerika Serikat melaporkan sudah dua kuartal berturut mengalami pertumbuhan ekonomi negatif alias secara teknis sudah resesi.
Sebuah truk peti kemas melintas di Terminal JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (21/7/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sebuah truk peti kemas melintas di Terminal JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (21/7/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dinilai perlu mewaspadai ancaman stagflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Pada kuartal II/2022, perekonomian AS kembali turun dan mencatatkan pertumbuhan -0,9 persen sehingga resmi mengalami resesi secara teknikal.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan, resesi yang terjadi di AS yang berbarengan dengan kenaikan inflasi yang relatif tinggi, semakin menguatkan potensi terjadinya stagflasi di negara itu.

“Tentu stagflasi akan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi global karena kita tahu AS adalah salah satu pemain ekonomi utama global,” katanya kepada Bisnis, Minggu (31/7/2022).

Yusuf mengatakan, kondisi ini juga akan mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia, yang mana AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.

“Kinerja ekspor Indonesia ke AS menurut saya berpotensi terkoreksi di level yang terbatas dan sepanjang semester kedua nanti akan menjadi salah satu faktor menurunnya surplus neraca dagang,” jelasnya.

Selain itu, Yusuf mengingatkan pelemahan ekonomi AS juga berpotensi melemahkan negara-negara yang bermitra dagang dengan mereka, termasuk China.

“Tentu jika ekonomi China juga mengalami resesi, ini merupakan tantangan bagi pemulihan ekonomi global terutama di tahun ini karena kita tahu bersama kedua negara tersebut adalah dua negara yang menggerakkan perekonomian global saat ini,” kata dia.

Di sisi lain, Yusuf menilai, dari sisi fiskal, pemerintah memiliki keuntungan dengan APBN yang mengalami surplus selama semester I/2022. Kondisi ini dapat digunakan pemerintah untuk mendorong percepatan belanja untuk menangkal dampak resesi dari global, sehingga perekonomian Indonesia bisa berada tetap pada jalur pemulihan ekonomi hingga akhir tahun.

Dia menambahkan, dari sisi moneter, BI masih memiliki amunisi untuk melakukan intervensi, terutama intervensi nilai tukar jika memang resesi ini berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah.

“BI saya kira juga punya pertimbangan untuk tetap melihat kondisi saat ini sebagai kondisi yang selain butuh intervensi moneter tapi di sisi yang lain BI juga mensupport proses pemulihan ekonomi,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper