Paradigma Baru Kepemimpinan Indonesia di Ekonomi Global

Seminar dengan mengkilas balik kondisi sosial ekonomi Indonesia pada awal pandemi tahun 2020, saat melemahnya perekonomian Indonesia.
Foto: Indonesia Economic Outlook 2023 National Seminar (23 November 2022)
Foto: Indonesia Economic Outlook 2023 National Seminar (23 November 2022)

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Economic Outlook 2023 National Seminar berlangsung pada Rabu, 23 November 2022. Acara ini diawali dengan opening speech oleh perwakilan dari kementerian RI yaitu Suahasil Nazara, Sandiaga Uno, dan Wael Mansour selaku Senior Country Economist World Bank Group.

Suahasil Nazara membuka Seminar dengan mengkilas balik kondisi sosial ekonomi Indonesia pada awal pandemi tahun 2020, saat melemahnya perekonomian Indonesia. Beruntung pada akhir tahun 2021, Indonesia mulai bangkit dengan bantuan APBN sebagai shock absorber. Tahun ini, Indonesia dihadapi dengan scarring effect akibat kondisi pandemi, ketegangan kondisi geopolitik, kenaikan inflasi harga, dan masalah lainnya. Untuk memperbaiki kondisi ini, Pemerintah melakukan pencarian sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih sustainable, hilirisasi industri, pemberdayaan UMKM, perkembangan ekonomi digital, dan transisi ke green economy.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Uno, melihat potensi iklim pariwisata Indonesia di tahun 2022 dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara. Perubahan tren pariwisata global yang mengarah pada digitalisasi turut berdampak bagi tren pariwisata Indonesia. “Saat ini, Kementerian Pariwisata sedang mengutamakan quality tourism experience dan sustainable tourism enjoyment melalui peningkatan kualitas destinasi dan aktivasi saluran promosi pariwisata,” ujar Sandi.

Wael Mansour, Senior Country Economist World Bank Group, turut memaparkan bahwa terjadinya stagflasi membuat perekonomian menjadi lebih lambat dan berujung pada inflasi yang tinggi. Pada tahun 2022, Indonesia diproyeksikan bertumbuh lebih cepat. Hal ini dipengaruhi oleh faktor struktural, cyclical factors, dan faktor kebijakan. Wael Mansour mengungkapkan bahwa perlambatan pada major economy akan memangkas lebih dari 1% dari pertumbuhan major economy dari EAP, seperti perlambatan ekonomi di Cina yang memangkas pertumbuhan di Indonesia hingga 0,6%.

Dari sektor riil, Sumedi Andono Mulyo, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Proyek Infrastruktur Prioritas Nasional Bappenas, memaparkan bahwa dalam menghadapi permasalahan global yang berdampak pada kebijakan nasional, Indonesia memperhatikan lima paradigma, yaitu paradigma sehat, tangguh, tumbuh, keadilan, dan berkelanjutan. Dalam jangka panjang, Indonesiapun menyusun rencana pembangunannya yakni visi Indonesia di tahun 2045, Indonesia emas.

Dari sektor fiskal, Yon Arsal selaku Asisten Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan, mengungkapkan pentingnya penerimaan pajak sebagai pendapatan negara. Untuk mengatasi penurunan penerimaan pajak akibat Pandemi Covid-19, UU HPP disahkan. Hasilnya, penerimaan pajak pada tahun 2021–2022 tumbuh secara signifikan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

“The battle against Covid-19 is not over yet,” menjadi kalimat pembuka Herman Saheruddin, Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan Indonesia, pada sesi moneter dan finansial. Beliau menegaskan bahwa Indonesia perlu menjaga optimisme masyarakat, mengingat salah satu tumpuan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2022 adalah konsumsi domestik sebesar 50,38%. Selain itu, kunci kebijakan lain yang dapat dilakukan adalah menekankan bauran kebijakan oleh anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Selanjutnya, sesi panel discussion dibawakan dengan tema “Confronting The Perfect Storm: Taking the Initiative to Encounter Economic Shock”. Pada sesi ini, Faisal Basri, ekonom senior Indonesia, menyatakan jika tantangan global berupa konflik regional, perubahan iklim, pandemi Covid-19, eskalasi harga komoditas, dan kenaikan cost of living sudah semakin nyata. Ia menegaskan bahwa prediksi ekonomi dunia tahun depan tidak mengalami resesi, meskipun beberapa negara maju mengalaminya.

Plt Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF, Abdurohman, menjelaskan bahwa meningkatnya pasar ekspor daripada tahun lalu bisa berdampak ke consumer’s good saat perekonomian dunia sedang tidak baik. Ia juga menyatakan fokus utama pemerintah pada tahun 2023, tidak hanya pemulihan pasca Covid-19, tetapi juga mendorong pembangunan jangka panjang, perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur, performansi birokrasi, dan isu green economy.

Dari sudut pandangan peneliti, Fauziah Zen, berpendapat dengan adanya blessing in disguise, perdagangan Indonesia tidak terlalu terbuka ke dunia luar dan demografi yang besar membuat kebutuhan konsumsi bisa terpenuhi sendiri. Beliau optimis Indonesia tidak akan mengalami tahun seberat beberapa negara lainnya. Pemerintah harus memberikan efisiensi tanpa mengorbankan keadilan.

Di segi perbankan, Adjie Harisandi memaparkan bahwa investasi menjadi indikator bagi swasta untuk berinvestasi sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Adjie juga memuji kinerja pemerintah dalam mengatasi multiplier effect kenaikan BBM dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper