Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ECB Diproyeksi Kerek Suku Bunga 50 Basis Poin, Susul Langkah Bank Sentral Lain

ECB diperkirakan dapat menyimpang dari pedoman dengan mempertimbangkan kenaikan dua kali lipat dari rencana 25 basis poin pada pertemuan hari ini.
Kanptr pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman/Reuters-Alex Domanski
Kanptr pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman/Reuters-Alex Domanski

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam 11 tahun terakhir, bergabung dengan bank-bank sentral lain di seluruh dunia dalam menghadapi lonjakan inflasi.

Dilansir Bloomberg pada Kamis (21/7/2022), dengan melonjaknya kekhawatiran yang terus tumbuh untuk rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah di 19 negara zona euro, ECB diperkirakan dapat menyimpang dari pedoman dengan mempertimbangkan kenaikan dua kali lipat dari rencana 25 basis poin pada pertemuan hari ini.

Berita mengenai langkah tersebut membuat ABN Amro mengubah prediksinya menjadi 50 basis poin dari 25. Pasar uang menempatkan kemungkinan masing-masing sebesar 50 persen.

Berapa pun tingkat kenaikannya, keputusan ECB akan diapit oleh presentasi instrumen baru untuk menahan kekhawatiran pasar utang karena kenaikan biaya pinjaman. Susunan yang tepat dari alat pembelian obligasi kemungkinan akan turun ke kawat karena para pejabat terjerat kondisi bagi negara-negara yang mendapat manfaat dari pembelian tersebut.

Meskipun kenaikan suku bunga ECB yang telah lama ditunggu-tunggu membawanya lebih dekat ke lebih dari 80 bank sentral yang telah menaikkan suku bunga tahun ini. Kebijakan ECB masih tertinggal dibandingkan Federal Reserve yang memulai siklus kenaikan pada bulan Maret dan baru-baru ini menaikkan 75 basis poin.

Terlebih lagi, kekhawatiran masih terus menumpuk. Meskipun ancaman langsung dari kekacauan ekonomi yang dipicu oleh penghentian pasokan gas Rusia mulai mereda pada hari Kamis dengan aliran melalui pipa Nord Stream dilanjutkan, risiko resesi di Eropa tetap tinggi dan akan diperkuat jika Moskow menghentikan pasokan energi musim dingin.

Di negara  lain, krisis politik di Italia di mana Perdana Menteri Mario Draghi mengundurkan diri pagi ini menunjukkan betapa cepatnya pasar obligasi pemerintah dapat menjadi terguncang, sementara euro baru-baru ini tergelincir hingga setara dengan dolar AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper