Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan menilai bahwa kebijakan menjaga harga jual domestik, seperti subsidi BBM dengan konsekuensi naiknya belanja pemerintah, merupakan langkah yang tepat dalam menjaga daya beli masyarakat. Tingkat kemiskinan pun berhasil turun di tengah momentum pemulihan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 tercatat sebanyak 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari penduduk Indonesia. Tingkat kemiskinan menurun 0,17 persen dari kondisi September 2021, yakni 26,5 juta orang atau 9,71 persen penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan menurun meskipun ambang batas garis kemiskinan Indonesia meningkat, seiring semakin banyaknya risiko perekonomian saat ini. BPS mencatat bahwa ambang batas garis kemiskinan pada Maret 2022 adalah Rp505.469, naik 4 persen dari September 2021 di angka Rp486.168.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menilai bahwa turunnya tingkat kemiskinan berkaitan erat dengan kualitas pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2022. Selain itu, menurutnya, penurunan tingkat kemiskinan mengindikasikan belanja negara yang efektif dalam menjaga konsumsi masyarakat.
"Tingkat kemiskinan terus dalam tren menurun di tengah tekanan harga komoditas global, khususnya harga pangan dan energi yang berdampak pada harga-harga domestik dan daya beli masyarakat. Ini merupakan hal yang positif, mengindikasikan efektif dan perlu dilanjutkannya fungsi APBN sebagai peredam goncangan [shock absorber]," kata Febrio pada Senin (17/7/2022).
Febrio mengutip riset Bank Dunia (Juni 2022), bahwa kenaikan harga komoditas di dalam negeri dengan pergerakan harga komoditas global sebagai pemicunya, berpotensi menaikkan angka kemiskinan hingga 0,2 poin persentase. Namun, pemulihan ekonomi dan kebijakan belanja negara menurutnya berhasil menurunkan tingkat kemiskinan.
Baca Juga
"Program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional [PC-PEN] yang diimplementasikan oleh pemerintah, yang salah satunya menyasar kesejahteraan penduduk, turut berperan dalam menjaga daya beli masyarakat dan mendukung perbaikan indikator tingkat kemiskinan, di samping program yang dinikmati langsung oleh masyarakat seperti subsidi dan bantuan sosial," katanya.
Menurutnya, langkah lain yang cukup krusial dalam menjaga daya beli masyarakat adalah kebijakan untuk tetap mempertahankan harga jual energi domestik. Kebijakan itu bukan tanpa konsekuensi, belanja subsidi energi dan kompensasi pun membumbung tinggi.
Febrio menilai bahwa jika tekanan harga komoditas global tertransmisi pada harga-harga domestik dan terjadi pembiaran, inflasi Indonesia kemungkinan akan setinggi banyak negara, dan akan berdampak terhadap tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, kebijakan untuk mempertahankan harga jual energi domestik menjadi sangat krusial.
"Ke depan, pemerintah akan terus berupaya menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional sehingga akan menciptakan kesempatan kerja baru. Upaya menjaga kesehatan fiskal juga cukup krusial sehingga dapat berperan optimal sebagai shock absorber yang mampu meredam gejolak yang terjadi sehingga masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan dapat tetap terlindungi,” kata Febrio.