Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden melakukan perjalanan atau muhibah ke Timur Tengah. Tujuan kunjungan Biden adalah Arab Saudi, negara penghasil minyak terkemuka yang dikenal sebagai kawan baik AS di Timur Tengah.
Dalam lawatan ini, target Biden adalah merayu Saudi agar meningkatkan pasokan minyak mentahnya ke Amerika Serikat. Langkah Biden seolan menelan ludah sendiri setelah sempat mengancam Saudi terkait pasokan minyak beberapa tahun lalu.
Rayuan Biden terhadap Arab Saudi menjadi salah satu berita pilihan yang diulas secara komprehensif di Bisnisindonesia.id. Selain berita tersebut, beberapa isu lainnya ikut diangkat yakni proteksionisme pangan, biaya logistik, BUMN hantu hingga industri Tanah Air.
1. Lobi Minyak AS, Joe Biden Rayu Saudi Tingkatkan Pasokan
Peningkatan pasokan minyak dari Arab Saudi merupakan hal penting di tengah kondisi Amerika Serikat saat ini. Inflasi Juni 2022 yang menciptakan rekor setelah 40 tahun salah satunya disengat lonjakan harga minyak.
Jika pasokan minyak ke Amerika Serikat meningkat, salah satu penyebab inflasi tinggi itu dapat dijinakkan. Namun, AS mengetahui bhawa tidak pernah ada makan siang yang gratis.
Negeri Paman Sam kemungkinan akan menawarkan imbalan atas kesediaan Saudi meningkatkan ekspor minyaknya. Bisa saja AS menawarkan senjata baru bagi Arab Saudi atau privilege lainnya.
Dalam kondisi seperti saat ini, bukan tidak mungkin AS juga akan memilih melupakan sama sekali kasus tewasnya penulis Jamal Ahmad Khashoggi. Hal itu bisa saja terjadi andai Saudi tidak bisa lagi “ditekan” melalui kasus tewasnya sang jurnalis pengkritik kerajaan tersebut.
Prioritas Biden sekarang adalah memastikan kebutuhan AS atas pasokan minyak terpenuhi. Semakin cepat Arab Saudi memberikan persetujuan maka akan semakin baik juga bagi perekonomian dalam negeri Amerika Serikat. Sejauh mana upaya tersebut berhasil memikat Saudi?
2. Biaya Logistik Membengkak, Harga Barang Melonjak
Bayang-bayang kenaikan harga barang ekspor - impor berpotensi terjadi beberapa waktu mendatang seiring dengan wacana penyesuaian biaya logistik di Pelabuhan Tanjung Priok.
Wacana penyesuaian tarif container handling charger (CHC) mengemuka, Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Tanjung Priok menyampaikan usulan penyesuaian tarif untuk ekspor, impor dan dalam negeri.
Di dalamnya meliputi tarif-tarif alat stevedoring, haulage, lolo, storage tidak termasuk alat dan storage maupun tarif storage termasuk alat.
Secara sederhana, CHC merupakan biaya yang dikenakan oleh pengelola terminal peti kemas kepada pengguna jasanya, (biasanya adalah shipping line) dari sejak kapal sandar, membongkar muatan hingga menumpuk peti kemas di lapangan penumpukan atau stacking/container yard.
Pengamat meyakini kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada kenaikan CHC adalah kenaikan biaya angkut barang (freight). Biaya tersebut akan diterapkan perusahaan pelayaran dalam komponen terminal handling charge (THC) untuk ditagihkan ke perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (forwarder) hingga ke pemilik barang akhir. Bagaimana sikap operator pelabuhan terkait hal ini?
3. Dunia Harus Sudahi Proteksionisme Pangan
Harga pangan akan terus melambung dan diikuti dengan tingkat kelaparan di dunia yang semakin mengkhawatirkan akibat larangan ekspor produk pertanian di tengah perang Rusia dan Ukraina.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangkaian agenda Pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) G20 pada Jumat (15/7/2022).
Pertemuan yang berlangsung pada 15 - 16 Juli tersebut diikuti sebanyak 407 delegasi yang hadir secara fisik di Nusa Dua, Bali dan 120 delegasi hadir secara virtual. Selain itu, tercatat 17 Menteri Keuangan dan 11 Gubernur Bank Sentral hadir secara fisik.
Kondisi global tengah berada dalam tekanan risiko keamanan pangan hingga krisis energi yang diakibatkan oleh dampak perang Rusia-Ukraina, sanksi, dan pembatasan ekspor.
World Bank mencatat, harga minyak mentah dunia telah naik 350 persen dari April 2020 ke April 2022, peningkatan terbesar untuk periode dua tahun sejak 1997. Sementara itu, harga gas alam di Eropa meningkat 60 persen dalam dua minggu. Sejauh mana tantangan ini akan berlangsung?
4. Mengenal Istaka Karya, 'BUMN Hantu' yang Dinyatakan Pailit
PT Istaka Karya (Persero) merupakan badan usaha milik negara (BUMN) bidang konstruksi yang dijatuhi status pailit alias bangkrut oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keputusan pailit Istaka Karya disampaikan oleh tim kurator pada hari ini, Jumat (15/7/2022). Putusan pengadilan sendiri bertanggal 12 Juli 2022 bernomor 26/Pdt.Sus — Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Jkt. Pst jo No. 23/Pdt.Sus — PKPU/2012/PN Niaga Jkt. Pst.
Pemohon yang akhirnya membawa Istaka Karya menuju jurang pailit adalah PT Riau Anambas Samudra. Entitas yang beralamat di Jl. Lembah Raya No. 33, Tangkerang Utara, Pekanbaru, Riau.
Riau Anambas menunjuk Jesconiah Siahaan dan Johanes Gea sebagai kuasa hukum yang menggugat pailit Istaka Karya. Atas gugatan ini, pengadilan menetapkan Buyung Dwikora sebagai hakim pengawas perkara pailit Istaka Karya.
“Menyatakan termohon PT Istaka Karya (persero) beralamat di Graha Iskandarsyah Lt. 9, dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” tertulis dalam pengumuman kurator.
Belakangan muncul anggaran perusahaan ini disebut BUMN hantu. Apa penyebabnya?
5. Kemudahan Akses Kredit Membaik, Sinyal Positif bagi Dunia Usaha
Akses kredit bagi kalangan pelaku usaha terpantau makin mudah sepanjang kuartal kedua tahun ini, mengindikasikan geliat ekonomi yang lebih baik. Sejumlah bank pun melaporkan pertumbuhan kredit yang optimal. Ini bakal menjadi bekal yang baik dalam menghadapi tantangan ekonomi di paruh kedua tahun ini.
Peningkatan kemudahan akses kredit dunia usaha itu terungkap dalam hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk periode kuartal II/2022. Saldo bersih tertimbang (SBT) untuk kategori akses kredit selama kuartal II/2022 tercatat 2,64 persen, membaik dari kuartal I/2022 yang sebesar 1,35 persen.
Saldo bersih tertimbang diperoleh dari hasil pengurangan antara persentase jumlah responden yang menjawab akses kredit mudah dan yang menjawab sulit. Persentase responden yang menjawab akses kredit sulit tercatat turun dari 5,88 persen pada kuartal I/2022 menjadi 4,26 persen pada kuartal II/2022.
Sementara itu, persentase responden yang menjawab akses mudah turun lebih rendah yakni dari 7,23 persen menjadi 6,91 persen, sedangkan persentase responden yang menjawab akses normal tercatat meningkat dari 86,89 persen menjadi 88,83 persen. Dengan demikian, secara umum kemudahan akses kredit tercatat meningkat. Bagaimana dunia usaha menanggapi kondisi tersebut?