Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PLN dan Kemenkeu Bahas Skema Privatisasi PLTU, Ini Tujuannya

PLN menilai skema privatisasi PLTU bakal menjadi jalan keluar untuk upaya transisi energi.
PLTU Jawa 8/ Istimewa - PLN
PLTU Jawa 8/ Istimewa - PLN

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN bersama dengan Kementerian Keuangan tengah membahas skema privatisasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mempercepat upaya transisi energi di tengah pendanaan global yang relatif masih rendah saat ini.

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo menuturkan dirinya melakukan pembahasan bersama dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu berkaitan dengan upaya akselerasi penghentian operasi PLTU milik perusahaan listrik pelat merah tersebut.

“Kita mendiskusikan skema untuk memprivatisasi PLTU yang akan diakuisisi oleh beberapa entitas yang memiliki komitmen baik untuk mengurangi emisi karbon,” kata Darmawan saat forum diskusi Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable di Bali, Kamis (14/7/2022).

Skema privatisasi itu, kata Darmawan, bakal menjadi jalan keluar untuk upaya transisi energi di tengah pendanaan global yang relatif masih rendah untuk mempensiunkan PLTU milik PLN. Kendati demikian, dia mengatakan, PLN mesti memastikan skema itu dapat menarik secara komersial bagi investor.

“Pak Febri bertanya berapa margin yang ingin didapat, saya bilang antara 3 atau 5 persen itu baik, berapa biaya untuk pendanaannya? 3 persen atau malah kurang,” ujarnya.

Lewat skema privatisasi itu, PLN bersama dengan Kementerian Keuangan memproyeksikan program pensiun PLTU dapat dilakukan lebih cepat pada 2030 atau 10 tahun lebih awal dari target yang ditetapkan pada 2040.

“Inilah yang kami sebut sebagai mekanisme transisi energi, tentu kami sudah berdiskusi dengan World Bank, Asian Development Bank, ini akan jadi platform nasional,” tuturnya.

Rencana PLN dalam pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) telah tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Dalam RUPTL Green ini, porsi penambahan pembangkit listrik berbasis EBT sekitar 51,6 persen hingga 2030. Untuk menyukseskan semua upaya mendukung Carbon Neutral 2060, setidaknya PLN membutuhkan minimal US$500 miliar.

Sejauh ini, PLN telah memperoleh dukungan finansial dari sejumlah perbankan internasional dalam mendukung pembangunan pembangkit ramah lingkungan. Salah satunya, dukungan pendanaan dari sindikasi tiga bank internasional yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 MWAc.

PLN juga mendapatkan kucuran pendanaan senilai US$380 juta dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group untuk proyek PLTA Upper Cisokan melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper