Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha feri swasta, yang mengaku sulit menggaji karyawan, berharap pemerintah segera menyesuaikan tarif penyeberangan yang saat ini masih rendah.
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengatakan bahwa tarif yang berlaku saat ini belum sesuai dengan perhitungan biaya pokok yang ditetapkan oleh pemerintah. Alhasil, beberapa perusahaan diklaim tidak bisa menggaji karyawan, membayar angsuran pinjaman bank, serta tidak mampu memberikan pelayanan maksimal sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum.
"Hingga akibat paling parah adalah sudah ada beberapa perusahaan yg dijual. Setidaknya ada 4 perusahaan yang dijual dalam kurun waktu 2019 hingga sekarang, dan masih ada beberapa yang dalam proses penawaran," terang Sekretaris Jenderal Gapasdap Aminuddin Rifai, Senin (11/7/2022).
Aminuddin mengatakan saat ini tarif yang berlaku masih di bawah perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) 100 persen, sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 66/2019 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan.
Saat ini, lanjut Aminuddin, HPP rata-rata baru mencapai sekitar 60 persen. Pada Mei 2022, setelah periode mudik Lebaran, Gapasdap sudah menyurati Kementerian Perhubungan untuk mengajukan kenaikan tarif penyeberangan sesuai dengan kekurangan tarif terhadap HPP rata-rata sebesar 37,20 persen.
"Usulan kenaikan tarif tersebut belum mempertimbangkan jika terjadi kenaikan harga BBM," demikian dikutip dari dokumen surat yang diterima oleh Bisnis.com, dengan tujuan pengiriman ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Gapasdap mencatat pengajuan kenaikan tarif akibat kenaikan beberapa biaya operasional seperti perawatan, UMR, PPN dan PNBP, dan BBM. Utilitas kapal yang rendah akibat jumlah kapal berlebih di setiap lintas penyeberangan, yang tidak diimbangi dengan pertambahan dermaga, juga dinilai mendorong pengajuan kenaikan tarif.
Untuk itu, Gapasdap meminta pemerintah untuk segera merealisasikan penyesuaian tarif seperti halnya kenaikan tarif angkutan udara dan tol.
Di sisi lain, Gapasdap menyebut tarif penyeberangan di Indonesia merupakan yang terendah di Asia Tenggara karena belum melampaui Rp3.000 per mil seperti yang berlaku di negara lain.
"Mengapa terhadap angkutan feri ketika mengajukan penyesuaian tarif responnya agak lama. Padahal apabila tarif itu disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok pun, dampak kenaikan tarif terhadap inflasi hanya sekitar 0,23 persen [sampel perhitungan Merak-Bakauheni]," tutur Aminuddin.
Sebagai alternatif, apabila pengajuan kenaikan tidak terealisasi, Gapasdap menyarankan pemerintah untuk menyerahkan penetapan tarif kepada asosiasi.
"Apabila tarif yg berlaku kurang dari perhitungan HPP dan misalkan sampai membahayakan keselamatan pelayaran dengan misalkan terjadi kecelakaan, maka pemerintah juga ikut bertanggung jawab atas terciptanya kondisi tersebut," tutup Aminuddin.