Bisnis.com, JAKARTA – Analis Wall Street pada Selasa (5/7/2022) memperkirakan kinerja laba Exxon Mobil Corp dapat melonjak setelah perseroan sebelumnya memproyeksikan hampir dapat menggandakan pendapatan di kuartal I/2022.
Dilansir Antara, Laporan pratinjau Exxon yang dirilis pada Jumat (1/7/2022) mengisyaratkan kinerja kuartalan akan kuat. Hal ini membawa kritik baru dari Gedung Putih dan seruan untuk pajak laba tak terduga oleh anggota Parlemen AS.
Gedung Putih sebelumnya menyerukan kepada perusahaan-perusahaan minyak untuk menggunakan laba yang dihasilkan guna memperluas kapasitas penyulingan, meningkatkan pasokan, dan mengurangi harga bagi rakyat Amerika.
Analis Credit Suisse Manav Gupta mengatakan proyeksi ini akan menjadi salah satu kuartal terkuat dalam sejarah Exxon. Pratinjau Exxon sebelumnya menunjukkan laba operasional mencapai US$16,8 miliar, rekor kuartalan tertinggi sepanjang masa. Laporan keuangan resmi akan dirilis pada 29 Juli.
Analis menaikkan prospek laba kuartalan mereka di Exxon menjadi sekitar US$4,02 per saham dari US$2,99 per saham sebelum laporan ke regulator sekuritas pada Jumat (8/7/2022).
Exxon memperkirakan laba operasional minyak dan gas mencapai lebih dari US$10 miliar, US$4,5 miliar dari produksi bensin dan solar, dan sekitar US$2 miliar dari bahan kimia dan minyak motor.
Baca Juga
Exxon, seperti perusahaan minyak AS lainnya, telah memanfaatkan keuntungan yang lebih tinggi untuk pengurangan utang dan berencana melakukan buyback saham senilai US$30 miliar.
Pada saat yang sama, juru bicara Exxon Casey Norton mengatakan perseroan berinvestasi lebih dari perusahaan AS lainnya untuk menumbuhkan produksi minyak dan gas alam.
“Produksi minyak shale AS diperkirakan naik 25 persen tahun ini dan pemrosesan minyak di kilang terbesar Texas akan tumbuh 250.000 barel per hari pada paruh pertama tahun depan,” katanya seperti dikutip Antara, Rabu (6/7/2022).
Saham Exxon turun 3 persen menjadi US$84,81 pada Selasa (5/7/2022) karena harga acuan minyak jatuh US$10,73 per barel di tengah kekhawatiran kemungkinan resesi global dapat mengganggu permintaan.
Sementara itu, analis minyak RBC Capital Markets Biraj Borkhataria mengatakan dengan pengilangan terbesar di antara perusahaan minyak utama AS, Exxon akan menjadi penerima manfaat utama dari pasar produk olahan yang ketat dan mendorong peningkatan pendapatan material.
"Dengan banyaknya pemerintah mensubsidi penggunaan produk minyak dalam waktu dekat, kami perkirakan margin penyulingan akan meningkat lebih jauh ke kuartal ketiga," kata Borkhataria.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden dan anggota parlemen mengatakan keuntungan perusahaan minyak yang melonjak menjadi bukti bahwa industri minyak menempatkan keuntungan di atas pelanggan, sehingga berkontribusi terhadap inflasi.
Senator AS Ron Wyden mengatakan perusahaan minyak seharusnya untuk berinvestasi dalam peralatan dan lebih banyak pekerja, bukan pembelian kembali saham.
"Jika laba perusahaan empat kali lipat dari tahun lalu dan menolak untuk berinvestasi dalam peningkatan produksi, maka ada yang salah dengan sistemnya," kata Wyden. Exxon meminjam banyak selama pandemi dan membukukan kerugian US$22,4 miliar dolar AS pada 2020 untuk membiayai produksi di masa depan dan membayar dividen kepada pemegang saham.
"Harga energi yang tinggi sebagian besar merupakan akibat dari kurangnya investasi oleh banyak orang di industri energi selama beberapa tahun terakhir dan terutama selama pandemi," kata Norton dari Exxon.