Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengungkapkan faktor penyebab rendahnya kinerja atau realisasi investasi dari program pengungkapan sukarela (PPS).
"Ketidakstabilan kondisi politik menjelang masa pemilihan umum atau pemilu menjadi pertimbangan besar bagi investor sebelum menempatkan dananya di Indonesia," katanya di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Dia mengungkapkan faktor tersebut ditengarai berpengaruh terhadap masih rendahnya realisasi investasi PPS. Pada dasarnya, kata dia, investor dan pengusaha memiliki keinginan yang tinggi untuk memutar modal di Indonesia. Terlebih, perekonomian telah 'berpuasa' selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, sehingga kapital belum berputar maksimal.
Meskipun begitu, Suryadi menilai bahwa setidaknya terdapat tiga pertimbangan besar untuk melakukan investasi dalam kondisi saat ini. Pertama, terkait kepastian hukum karena ketika terjadi pergantian pemerintahan baik di daerah maupun di pusat seringkali peraturan berubah, sehingga membuat pengusaha bingung.
Kedua, masa-masa menjelang pemilu menimbulkan ketidakpastian tersendiri bagi dunia usaha, terutama dari sisi keamanan. Menurut Suryadi, sebagian kalangan akan cenderung menunggu (wait and see) untuk melakukan manuver investasi yang besar menjelang tahun politik.
"Kedua, keamanan. Adanya tahun politik, ini kami mengharapkan bahwa keamanan harus terjaga dengan baik. Pengusaha takut kalau enggak aman," ujar Suryadi.
Baca Juga
Ketiga, isu perizinan masih menjadi kendala bagi pengusaha untuk menggenjot dan merealisasikan investasi. Suryadi menyebut bahwa sistem online single submission (OSS) saat ini belum berjalan baik karena pemerintah pusat dan daerah kerap tidak sejalan sehingga menghambat investasi.
Suryadi pun menyebut bahwa berbagai faktor itu memengaruhi iklim investasi secara keseluruhan, tak terkecuali terhadap realisasi investasi dalam program PPS. Menurutnya, realisasi investasi PPS akan melesat jika ketidakpastian semakin berkurang.
"Investor sedang hangat-hangatnya, ekspansif dan aktif, karena sudah dua tahun [terkendala pandemi Covid-19]. Setelah 'bangun tidur' itu kalau makan suka 'kalap', investasi begitu," ucapnya.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mencatat realisasi investasi dari para pesertanya tercatat senilai Rp22,3 triliun. Jumlah itu hanya 3,4 persen dari nilai harta bersih yang dilaporkan senilai Rp594,8 triliun.
Lebih rinci, investasi atas harta dalam negeri hanya Rp19,98 triliun atau 3,8 persen dari pengungkapan harta di Indonesia senilai Rp512,5 triliun. Lalu, investasi atas harta luar negeri yang direpatriasi hanya Rp2,36 triliun.
Peserta PPS cenderung lebih memilih untuk hanya mendeklarasikan harta dan tidak menginvestasikannya, meskipun terdapat tarif pajak yang lebih rendah saat berinvestasi. Artinya, wajib pajak lebih bersedia membayar pajak tinggi daripada menginvestasikan dananya melalui PPS.