Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kata Mendag Zulhas Inflasi Indonesia Terendah, Ternyata Kalah dari China

Mendag Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa inflasi Indonesia termasuk paling rendah jika dibandingkan negara-negara lain di dunia.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan saat mengunjungi Pasar Cibubur, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022 - Dokumen Biro Humas Kemendag.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan saat mengunjungi Pasar Cibubur, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022 - Dokumen Biro Humas Kemendag.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa inflasi Indonesia termasuk paling rendah jika dibandingkan negara-negara lain di dunia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi Mei 2022 mencapai 3,55 persen, naik dari posisi April 2022 di 3,47 persen. Catatan inflasi pada Mei 2022 itu menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017.

Meskipun begitu, melansir Tradingeconomics.com pada Senin (20/6/2022), Indonesia masuk urutan ke 5 negara yang inflasinya paling rendah dibanding negara-negara lain per Mei 2022. China tercatat paling baik dalam menjaga inflasinya yaitu 2,1 persen.

Kemudian, disusul Arab Saudi 2,2 persen, Jepang 2,5 persen, dan Swiss. Di bawah Indonesia ada Australia dengan 5,1 persen, Prancis 5,2 persen, Singapura 5,4 persen, Korea Selatan 5,4 persen, dan Afrika Selatan.

Sementara itu, negara-negara yang mengalami inflasi tertinggi ada India 7,04 persen, Meksiko7,65 persen, Jerman 9 persen, Amerika Serikat, 8,6 persen, Spanyol 8,7 persen, Belanda 8,8 persen, Inggris Raya 9 persen, Brasil 11,73 persen, Rusia 17,1 persen, Argentina 60,7 persen dan Turki 73,5 persen.

Sejauh ini, pemerintah mencatat inflasi di Indonesia masih dalam rentang proyeksi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa kenaikan inflasi terkait dengan tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan saat masa lebaran. Komoditas pangan menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan inflasi bulan lalu.

Dia menyebut bahwa pemberian subsidi dan kompensasi energi dapat menjadi salah satu instrumen untuk menjaga proses pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, terutama terkait akses terhadap kebutuhan pangan dan energi. Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR menyetujui tambahan alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2022.

"Dengan tambahan alokasi tersebut, ditambah berbagai kebijakan stabilisasi harga lainnya, tingkat inflasi domestik diharapkan terus terjaga sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat. Hal ini sangat penting untuk memastikan tren pemulihan ekonomi Indonesia yang masih berada dalam tahap awal terus berlanjut," ujar Febrio pada Jumat (3/6/2022).

Sebelumnya, Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah pun memiliki sejumlah strategi untuk mengendalikan inflasi, salah satunya melakukan subsidi beberapa komoditas pangan seperti kedelai dan jagung.

Meskipun sudah bekerja keras untuk mengendalikan inflasi domestik, tetapi masih ada beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga.

Dia mengatakan, volatilitas harga pangan dan energi di pasar dunia juga dipengaruhi karena faktor musiman, seperti cabai keriting dan cabai merah.

“Pemerintah kan bekerja keras untuk itu. Misalnya kedelai, itu disubsidi Rp1.000 per kilogram. Lalu pakan ternak jagung itu juga dapat subsidi Rp1.500 per kilogram. Beras juga kalau ada kenaikan, kalau belum turun juga subsidi,” ujarnya kepada awak media di Kompleks Istana, Senin (20/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper