Bisnis.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN resmi menaikan tarif listrik khusus untuk golongan kaya yang akan diberlakukan tanggal 1 Juli 2022 mendatang.
Adapun, kenaikan ini akan dikenakan kepada 13 golongan non subsidi yaitu golongan R2 yaitu golongan rumah tangga dengan daya mulai dari 3.500 VA ke atas dan R3 rata-rata sebesar Rp254,82/ KWH serta golongan pemerintah P1 dan P3 yang jumlahnya 3 persen dari total pelanggan PLN.
Sementara itu, pemerintah telah memastikan untuk golongan bersubsidi tidak dilakukan perubahan harga.
Sebelum memutuskan kenaikan tarif listrik. Pemerintah sendiri telah menyiratkan kegalauannya. Pada Mei lalu, di dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kondisi arus kas PLN berpotensi mengalami defisit hingga Rp71,1 triliun pada akhir tahun ini jika tidak ada tambahan kompensasi operasional dari pemerintah.
Saat itu, Sri Mulyani membeberkan rencana tarif listrik golongan masyarakat mampu dengan daya 3.000 VA ke atas. Menurutnya, kepala negara telah menyetujui keputusan ini.
"Boleh ada kenaikan tarif listrik. Hanya di segmen itu ke atas," kata Sri Mulyani saat itu.
Baca Juga
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini masuk ke fase ekonomi berbiaya tinggi.
Per 1 Juli 2022, masyarakat atau pelanggan listrik akan mengalami kenaikan tarif menjadi Rp1.699 per Kwh atau naik 17,64 persen dari sebelumnya Rp1.444,70 per Kwh.
"Ini katanya hanya berlaku untuk masyarakat kaya. Definisi pemerintah masyarakat kaya dalam hal ini yaitu mereka yang memasang listriknya 3.500 VA. Jika dibandingkan dengan tarif listrik di negara lain seperti di Malaysia harga Rp1.447 / KWH itu udah sangat tinggi," ujarnya.
Di Malaysia, menurut Achmad, tarif listrik ini dikenakan sebesar Rp1.323 / KWH. Alhasil, kenaikan 17 persen ini untuk rumah tangga tentunya akan menambah beban masyarakat.
"Kenaikan ini tidak seimbang dengan kenaikan UMR yang naik hanya 1,6 persen dan itu pun sudah tergerus oleh inflasi 3,5 persen," ujarnya.
Dia menilai hal ini tentunya akan menyumbang pada inflasi yang makin tinggi.
"Solusinya adalah jangan menaikan harga listrik saat daya beli masyarakat masih lemah. Normalnya daya beli masyarakat ini tumbuhnya di angka 5 persen, sekarang daya beli konsumsi masyarakat ada di level 3 persen," tegasnya.
Tentunya daya beli ini harus dinaikan dulu agar daya beli masyarakat bisa normal. Terlebih lagi, menurutnya, tarif listrik yang naik ini tentunya akan menciptakan orang-orang miskin yang baru dimana kemiskinan ini akan rentan sekali untuk melakukan tindakan-tindakan kriminal sehingga menimbulkan krisis keamanan, krisis sosial dan berujung kepada krisis politik.
Achmad mengungkapkan pengguna listrik 3.500 VA ke atas ini bukan hanya orang-orang kaya yang menggunakan, tapi data menunjukkan bahwa orang-orang yang menggunakan daya sebesar itu adalah orang-orang kalangan menengah yang rentan jatuh miskin.
Kenaikan ini pun jika diberlakukan tentunya akan berdampak turunan kepada kenaikan produk-produk yang dihasilkan oleh industri-industri yang menggunakan listrik berdaya besar. "Jika kenaikan tarif listrik sebesar 17 persen maka setidaknya mereka akan menaikan harga produknya sebesar itu," ungkapnya.
Sebelumnya, Ekonom Indef Abra Talattov mengatakan adanya penyesuaian tarif listrik 5 golongan 3.500 VA ke atas menunjukkan pemerintah sudah berani memberikan fleksibilitas kepada PLN melalui tariff adjustment.
"Penyesuaian tarif listrik yang berlaku pada 1 Juli tidak mengganggu perekonomian, mengingat segmen yang terkena dampak sekitar 2 juta pelanggan," kata Abra dalam keterangan tertulis, Rabu (15/6/2022).
Abra menyatakan pelanggan R2 yang dianggap golongan mampu ini tidak terganggu dengan penyesuaian tarif listrik. Mengingat, pelanggan sudah menggunakan peralatan elektronik yang lebih mumpuni, seperti konsumsi AC lebih dari 2 unit dan rata-rata telah memiliki kendaraan roda empat.
Di sisi lain, berdasarkan data Kementerian ESDM melansir BKF Kemenkeu, dampak penyesuaian tarif listrik pada kuartal III/2022 sangat kecil, diproyeksi memengaruhi inflasi sekitar 0,019 persen.
Di sisi lain, penghematan kompensasi 2022 dari kenaikan tarif listrik ini mencapai Rp 3,09 triliun atau 4,7 persen dari total kompensasi. Abra mencatat, merujuk total kompensasi PLN 2021 yang mencapai Rp24,6 triliun, 5 golongan (R2, R3, P1, P2, P3) telah mengurangi beban kompensasi sekitar Rp1,7 triliun atau menyumbang 6,9 persen kompensasi pemerintah untuk PLN.
Terkait dampak kepada para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), Abra mengatakan kebijakan pemerintah malah membuat pelaku usaha kecil mikro menengah melakukan migrasi golongan pelanggan ke industri dan bisnis.
Menurut dia, dengan adanya perpindahan golongan pelanggan, maka pelaku UMKM mendapatkan tarif listrik yang lebih menarik. Pasalnya, pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif listrik terhadap golongan industri dan bisnis.