Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan menilai bahwa laju inflasi global dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menjadi bagian dari risiko global yang dapat memengaruhi kinerja perdagangan, khususnya ekspor impor.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai bahwa secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan kinerja positif pada Mei 2022, dengan surplus US$2,9 miliar.
Meskipun nilainya turun dari bulan lalu, Indonesia berhasil mempertahankan surplus 25 bulan berturut-turut.
"Pemerintah akan terus memonitor dan mewaspadai berbagai potensi risiko global yang berdampak pada kinerja perdagangan Indonesia, khususnya perkembangan terakhir terkait dinamika inflasi di AS serta respons lebih agresif dari The Fed," ujar Febrio pada Kamis (16/6/2022).
Menurutnya, perdagangan menghadapi tantangan yang besar dari dinamika perekonomian global, yang bergerak dinamis baik karena pandemi Covid-19 maupun efek perang Rusia dan Ukraina.
Selain itu, Febrio menilai kebijakan The Fed dapat memengaruhi kinerja perdagangan sehingga perlu mendapatkan perhatian.
Baca Juga
The Fed resmi mengerek suku bunga acuan mereka 0,75 persen. Kenaikan suku bunga ini menjadi yang terbesar sejak 1994.
Kenaikan suku bunga acuan dalam jumlah besar ini sekaligus menjadi langkah agresif The Fed untuk menahan inflasi di Amerika Serikat yang terus mendaki di luar perkirakan.
Langkah kenaikan suku bunga sebesar 0,75 persen ini membawa suku bunga The Fed dalam kisaran 1,5 persen dan 1,75 persen. Kenaikan suku bunga itu pun diperkirakan akan terus berlanjut menjadi 3,4 persen pada akhir tahun.
Febrio pun menilai bahwa dinamika kebijakan di China perlu mendapatkan sorotan. Dia berharap pelonggaran restriksi mobilitas di Negeri Tirai Bambu dapat meningkatkan kembali kinerja ekspor ke sana.
Meskipun, pemulihan aktivitas di China masih membutuhkan waktu.
“Dengan berbagai faktor tersebut, pemerintah optimis kinerja perdagangan akan semakin menguat, meningkatkan posisi keseimbangan eksternal dan terus mendorong penguatan pemulihan ekonomi nasional," imbuhnya.
Ekspor Indonesia pada Mei 2022 tercatat senilai US$21,51 miliar atau tumbuh 27 persen (year-on-year/YoY). Secara akumulatif hingga Mei 2022, ekspor migas mampu tumbuh 35,9 persen (year-to-date/YtD), sementara ekspor non-migas mengalami pertumbuhan 36,4 persen (YtD).
Dari sisi produksi, kinerja ekspor pertambangan tumbuh paling tinggi yakni 114,2 persen (YoY), sementara pertanian tumbuh 20,32 persen (YoY) dan manufaktur tumbuh 7,78 persen (YoY). Kenaikan harga komoditas global yang terjadi saat ini berdampak pada kinerja ekspor terutama komoditas energi, mineral dan logam.
Kinerja impor juga masih mencatatkan pertumbuhan 30,74 persen (YoY), meski secara bulanan pada Mei 2022 terjadi perlambatan 5,81 persen. Menurut Febrio, perlambatan secara bulanan terutama terkait dengan gangguan rantai pasok global, yakni akibat kebijakan lockdown ketat di China.